Mekanisme pembiayaan oleh LPEI dinilai tidak pro terhadap perkembangan sektor UKM
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Benny Soetrisno mendorong pemerintah untuk membentuk usaha kecil dan menengah (UKM) agar dapat menjadi eksportir baru. Di sisi lain, pihaknya mengkritisi mekanisme pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang tak mendukung pertumbuhan UKM.
Menurutnya, pemerintah perlu memilih produk-produk mana saja yang dikuasai oleh Indonesia di pasaran dan menggenjot UKM masuk ke sektor tersebut. Hal itu guna menjadikan UKM memiliki daya saing yang tinggi serta kompetitif di negara ekspor tujuan.
"Memang butuh campur tangan pemerintah untuk membentuk eksportir baru dari dunia UKM. Supaya ekspor kita juga meningkat," kata Benny, Senin (25/3).
Dia menyesalkan mekanisme pembiayaan oleh LPEI yang dinilai tidak pro terhadap perkembangan sektor UKM. Menurutnya saat ini mekanisme pembiayaan oleh LPEI tidak berbeda jauh dengan lembaga-lembaga yang diawasai oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti bank pada umumnya.
Adapun mekanisme pembiayaan yang dimaksud adalah pemberlakuan agunan tambahan barang yang tidak bergerak kepada para UKM eksportir. Hal itu, kata dia, cukup berat dilaksanakan oleh para UKM terlebih masih berlakunya sejumlah tarif bea masuk ke sejumlah negara ekspor tujuan.
Dia membandingkan, sebelum tahun 1986, pemerintah pernah memberikan fasilitas pembiayaan dengan mekanisme setengah persen dari bunga pasar. Dengan kebijakan tersebut, dia menilai UKM saat itu mampu melebarkan sayap dalam dunia bisnis ekspor ke sejumlah negara.
"Nah sekarang, setelah ada LPEI, ada meknisme pembiayaan yang tidak menguntungkan eksportir UKM. Seperti misalnya tidak boleh membiayai berturut-turut perusahaan yang belum untung," katanya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Eximbank LPEI Sinthya Roesly mengungkapkan, mekanisme pembiayaan LPEI sejauh ini masih menaruh porsi yang minim untuk sektor UKM. Dia menjelaskan, saat ini pergerakan pembiayaan terhadap UKM dari tahun ke tahun tidak seimbang dengan kebutuhan yang diajukan UKM.
"Ya memang fokus kita sejauh ini masih sangat kecil porsinya untuk UKM," kata Sinthya.
Kendati masih menaruh porsi kecil terhadap pembiayaan UKM, pihaknya mengklaim tidak menghilangkan sama sekali porsi pembiayaan di sektor tersebut. Di sisi lain dari sudut korporasi, dia menjelaskan, LPEI sudah memiliki nasabah korporasi yang sudah bekerjasama.
Menurutnya, saat ini LPEI tengah mengelola dana sebesar Rp 4,2 triliun yang akan diutamakan untuk pasar-pasar tradisional seperti Afrika, Asia Selatan, Amerika Selatan, dan negara-negara di kawasan Pasifik.
Selain itu, kata dia, LPEI juga terus melakukan upaya pengembangan sektor UKM dengan cara menggelar bimbingan serta konsultasi bisnis. Dia menyebutkan, selama ini terkait mandatori bersama UKM, pihaknya telah memberikan jasa konsultasi bisnis kepada eksportir sebanyak 1.100 UKM.
Pengembangan sektor UKM, kata dia, salah satunya dilakukan dengan mengikuti program-program yang berpararel dengan pemerintah. Dia menambahkan, pihaknya juga mendorong tumbuh kembang UKM dalam pameran dagang atau Trade Expo Indonesia (TEI) 2019 yang digelar pemerintah dengan membawa serta produk yang dapat didukung.
"Sudah ada support untuk 50 komoditas (UKM) ke lebih dari 150 negara," katanya.
Sementara itu Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Kemendag Arlinda mengharapkan kerjasama dan dukungan antarsemua lembaga seperti Kadin, Asosiasi, Pelaku Usaha, hingga kementerian untuk dapat bersinergi dan ikut serta menjadi penyelenggara TEI 2019 guna meningkatkan transaksi dagang pada kegiatan tersebut.
Berdasarkan catatan Kemendag, pada tahun lalu transaksi perdagangan membukukan nilai sebesar 8,49 miliar dolar AS atau naik lima kali lipat dari target transaksi TEI pada 2017 senilai 1,5 miliar dolar AS.
"Jadi potensi penumbuhan ekspornya tinggi, kita harapkan semua dapat bersinergi," katanya.
Let's block ads! (Why?)
https://ift.tt/2FyzOsf
March 25, 2019 at 05:16PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2FyzOsf
via
IFTTT