REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna memperbarui informasi tentang proposal Indonesia ke International Maritime Organization (IMO) untuk menetapkan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok, serta untuk meningkatkan kesadaran para pengguna jalur pelayaran dan para pemangku kepentingan di TSS tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Kenavigasian menggelar International Workshop on The Designation of Traffic Separation Scheme (TSS) and Its Associated Routeing Measures in Sunda and Lombok Straits di Hotel Aryaduta Jakarta, Selasa (30/4).
Direktur Jenderal Perhubungan Laut yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Basar Antonius, menjelaskan, bahwa proposal Indonesia untuk menetapkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di kedua Selat tersebut.
“Seperti kita ketahui, kedua Selat tersebut termasuk ke dalam selat yang sibuk lalu lintas kapalnya, baik yang transit maupun menyeberang yang tentunya otomatis meningkatkan risiko keselamatan pelayaran. Untuk itulah kita menetapkan TSS di kedua Selat tersebut,” kata Basar dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (30/4).
Menurut Basar, penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini diharapkan dapat meningkatkan keselamatan pelayaran dengan cara mengurangi jumlah situasi dimana dua kapal bertemu langsung melalui pemisahan arus lalu lintas kapal yang berlawanan di daerah tersebut. Selain itu, TSS diharapkan dapat mengurangi (bahkan menghilangkan) risiko tabrakan antar kapal dengan cara merekomendasikan precautionary area (Area Pencegahan).
“Kita juga berharap TSS ini dapat berkontribusi pada keselamatan dan efisiensi navigasi serta perlindungan lingkungan laut di Selat Sunda dan Lombok,” ucap Basar.
Baik Selat Sunda maupun Selat Lombok, lanjut Basar, adalah Selat yang terkenal dengan kekayaannya terharap keanekaragaman laut. Di Selat Sunda terdapat Taman Wisata Alam Sangiang yang memiliki terumbu karang dan biota laut. Sedangkan di Selat Lombok terdapat Kawasan Konservasi Nusa Penida dan Kepulauan Gili yang memiliki terumbu karang, penyu, lumba-lumba dan lainnya.
Lebih lanjut, Basar menjelaskan, bahwa Proposal Penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini telah didiskusikan dan disetujui pada Pertemuan The 6th IMO Sub Committee on Navigation, Communications and Search and Rescue (NCSR) yang diselenggarakan di London pada bulan Januari yang lalu. Selanjutnya, proposal ini akan diadopsi pada Pertemuan IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 2019 mendatang.
“Selanjutnya, TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok ini akan mulai diimplementasikan pada tahun 2020, 1 tahun setelah diadopsi pada Sidang MSC. Untuk itulah workshop pada hari ini diselenggarakan guna meningkatkan awareness dan memastikan kesiapan Indonesia dalam mengimplementasikan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut,” ujar Basar.
Basar menambahkan, bahwa sebelumnya Indonesia berkomitmen untuk melakukan persiapan yang diperlukan guna memastikan semua fasilitas dan infrastruktur pendukung serta Sumber Daya Manusia sudah siap sebelum tanggal pelaksanaan implementasi TSS.
Sementara Utusan Khusus Menteri Perhubungan untuk IMO, DR Marsetio yang menjadi keynote speaker untuk workshop tersebut mengatakan, implementasi TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran dan juga perlindungan lingkungan maritim.
"Sebagai poros maritim dunia, Indonesia harus berperan terhadap peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim. Oleh sebab itu, penetapan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok harus didukung oleh semua pihak agar dapat berjalan dengan baik dan lancar serta mampu mengangkat nama Indonesia di kancah pergaulan internasional khususnya di sektor maritim dunia," ujar Marsetio.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kantor Distrik Navigasi Kelas I Dumai, Raymond Ivan H. Sianturi yang juga menjadi salah satu narasumber menyampaikan, untuk mengimplementasikan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, Indonesia harus melakukan beberapa persiapan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic Services (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik terkini.
“Yang perlu dipersiapkan salah satunya adalah memperkuat VTS Merak dan VTS Benoa, serta melakukan survei terhadap Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) di sekitar Selat Sunda dan Selat Lombok, menetapkan aturan untuk local traffic di sekitar Selat Sunda dan Selat Lombok, serta membuat Panduan bagi kapal-kapal yang berlayar melalui Selat Sunda dan Selat Lombok,” ucap Raymond.
Hadir dalam workshop tersebut adalah perwakilan dari kedutaan besar negara-negara anggota IMO di Indonesia serta Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata, Kementerian ESDM, Basarnas, Bakamla, Mabes TNI, Seskoal, Pushidrosal, Fakultas Keamanan Maritim UNHAN, Dispenal, Diskumal, Ditpolairud, Kementerian Pertahanan, Bea Cukai, PT BKI, PT. Pelindo I (Persero), PT. ASDP Merak, PT. Pelindo II Cabang Banten, PT. Krakatau Bandar Samudera, PT. Nusantara Regas, PT. Perusahaan Gas Negara (PGN), DPP INSA, serta perwakilan Kantor UPT Ditjen Perhubungan Laut di sekitar Selat Sunda dan Selat Lombok.
http://bit.ly/2IRjGoy
April 30, 2019 at 02:53PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2IRjGoy
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment