REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan polisi atau TNI tidak diperbolehkan memegang salinan hasil penghitungan suara atau formulir C1. Yang diperbolehkan memegang dan mendapatkan salinan C1 hanya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), saksi peserta pemilu, dan pengawas tempat pemungutan suara (TPS).
"Polisi tidak boleh pegang salinan C1. Yang pegang C1 kan KPPS dan wajib diberikan salinannya ke saksi dan pengawas," ujar Bagja di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (22/4).
Bagja mengatakan, Pasal 390 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 sudah mengatur dengan jelas siapa saja pihak yang memegang dan mendapatkan salinan C1. Dalam UU Pemilu tersebut, dikatakan pihak yang memegang C1 adalah KPPS dan salinannya diberikan kepada saksi dan pengawas.
"C1 plano kan KPPS pegang, nanti diserahkan pada saat rekapitulasi di PPS dan PPK. Yang wajib diberikan salinanya kepada saksi dan pengawas," tandas dia.
Namun, lanjut Bagja, tidak menjadi masalah jika polisi atau TNI hendak mendokumentasikan salinan C1 tersebut. Pasalnya, proses pungut-hitung di TPS dan rekapitulasi berjenjang dilakukan secara terbuka sehingga semua pihak bisa mendokumentasikan salinan C1 tersebut.
"Polisi, TNI motret C1 boleh, jangankan relawan, jangankan polisi wong orang lewat motret boleh. Lagi penghitungan difoto, silakan. Kan terbuka, kenapa penghitungan terbuka? Ya maksudnya itu, masyarakat bisa mengawal, masyarakat bisa tahu. Sekarang kawal-kawal pemilu, itu kan motret, nggak ada masalah kok. Nanti disandingkan, siapa tahu ada permasalahan di KPU," tegas dia.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Edi Pramono mengatakan, bahwa polisi mempunyai salinan C1 hasil rekap di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Menurut Gatot, data C1 tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Apa yang terjadi di situ (TPS), kita akan laporkan semuanya, tertulis laporan kita. Apakah ada kejadian di situ. Kemudian siapa petugas-petugas di situ, kemudian hasil juga daripada di situ. Kita ada sama kita begitu. Jadi ini buat data internal kita untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan apabila terjadi potensi-potensi yang menyebabkan potensi konflik, karena kita tahu peta kerawanan yang mungkin timbul, itu tujuannya," kata Gatot di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Sabtu (20/4).
Selain aturan pada UU Pemilu, paruntukan salinan C1 pun diatur dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2019, yakni pada pasal 61 dan pasal 64. Aturan itu berbunyi:
Pasal 61 ayat 5
KPPS wajib menyampaikan 1 (satu) rangkap salinan
formulir Model C-KPU, Model C1-PPWP, Model C1-DPR,
Model C1-DPD, Model C1-DPRD Provinsi, dan Model C1-
DPRD Kab/Kota kepada Saksi, dan Pengawas TPS yang hadir pada hari dan tanggal Pemungutan Suara
Pasal 64
KPPS dilarang memberikan salinan formulir Model C-KPU,
Model C1-PPWP, Model C1-DPR, Model C1-DPD, Model C1-
DPRD Provinsi, dan Model C1-DPRD Kab/Kota kepada
siapapun dan/atau pihak manapun, kecuali kepada pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (5).
http://bit.ly/2GzbmaJ
April 22, 2019 at 04:28PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GzbmaJ
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment