REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyingung perlakuan dikriminatif sejumlah negara, terutama di Eropa, terhadap perkebunan dan industri sawit. JK menyayangkan hal tersebut karena amat berpengaruh bagi Indonesia, yang menjadi salah satu produsen sawit terbesar di dunia.
Itu disampaikan JK saat menyampaikan pandangan dan masukan Indonesia pada Sesi 3 Leaders 'Roindtable Belt and Road Forum (BRF II) yang bertajuk "Promoting Green And Sustainable Development To Implement The UN 2030 Agenda' di Ji Xian Hall, International Convention Center (ICC), Beijing. Sabtu (27/4).
"Perlakuan diskriminatif ini diterapkan dengan mengatasnamakan isu keberlanjutan (sustainable palm oil)," ujar JK dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (28/4).
JK pun menjelaskan bahwa sawit memiliki kontribusi signifikan dalam pencapaian SDGs di Indonesia. Apalagi, sekitar 16 juta orang terlibat dalam perkebunan dan industri sawit Indonesia.
"Pada saat yang sama isu sustainability ini telah menjadi perhatian dari negara produsen sejak lama yang diperkuat dengan dukungan data," kata JK.
Namun, JK melanjutkan, semua data tersebut tidak didengarkan. "Diskriminasi terus dijalankan dan tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian SDGs Indonesia, Oleh karena itu, diskriminasi ini harus dilawan," kata JK.
Menurutnya, untuk mencapai SDGs tidak ada satupun negara yang dapat melakukannya sendiri. Karena itu, ia menilai, diperlukan sinergi dan kerjasama seperti pentingnya ownership dalam setiap kerjasama.
"Kerja sama ini harus bersifat national-driven bukan donor atau loan-giver driven," katanya.
Selain itu, yang kedua, kerja sama juga harus mempertimbangkan isu inklusifitas. Karena, dengan inklusifitas, maka kerja sama Belt and Road seharusnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal semaksimal mungkin.
"Angka pengangguran dapat ditekan bukan justru meningkat," katanya.
JK mengatakan partisipasi dan kemanfaatan dari kerja sama BRI harus dapat dirasakan oleh semua. Ketiga, JK melanjutkan, peran swasta harus terus didorong dalam kerja sama BRI.
"Dengan demikian proyek kerja sama tidak terlalu mengandalkan pada utang pemerintah," katanya.
JK menilai faktor lingkungan juga perlu terus dipertimbangkan dalam SDGs. Sebab, isu memelihara lingkungan merupakan bagian integral dari pencapaian SDGs.
Yang terakhir, kata JK, dalam meningkatkan kerja sama dalam pemenuhan SDGs diperlukan kepemimpinan kolektif dan shared responsibilities. "Me-first policy tidak dapat diterapkan jika kita ingin cita-cita SDGs terpenuhi, Disitulah prinsip-prinsip multilateralisme diperlukan," katanya.
"Dunia akan melihat dan mencatat apakah janji kerja sama Belt and Road ini benar akan membawa keuntungan bagi semua," kata JK.
http://bit.ly/2ILYXTe
April 28, 2019 at 02:33PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2ILYXTe
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment