REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2019 mencapai 14,03 miliar dolar AS. Angka ini meningkat 11,71 persen dibanding dengan ekspor Februari 2019 dengan nilai 12,55 miliar dolar AS. Sedangkan, dibanding dengan Maret 2018 yang menyentuh 15,58 miliar dolar AS, angkanya mengalami penurunan sekitar 10,01 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, secara month to month (mtm), kenaikan ekspor pada Maret 2019 disebabkan oleh peningkatan ekspor nonmigas sebanyak 13 persen. Yakni, dari 11,44 miliar dolar AS menjadi 12,93 miliar dolar AS. "Sedangkan, ekspor migas turun 1,57 persen dari 1,11 miliar dolar AS menjadi 1,09 miliar dolar AS," tuturnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/4).
Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil minyak 10,44 persen menjadi 82,4 juta dolar AS dan ekspor minyak mentah 23,37 persen menjadi 120,3 juta dolar AS. Sementara itu, ekspor gas naik 3,35 persen menjadi 890,1 juta dolar AS.
Dilihat dari sektor, Suhariyanto menambahkan, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan dibanding dengan Februari 2019. Hanya saja, kalau dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, angkanya mengalami penurunan.
Suhariyanto menjelaskan, ekspor pertanian mengalami kenaikan mtm 15,9 persen menjadi 270 juta dolar AS. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan adalah tanaman obat dan aromaterapi dan rempah-rempah, mutiara hasil budidaya, rumput laut dan hasil hutan bukan kayu.
Sementara itu, ekspor industri pengolahan juga mengalami kenaikan hingga 3,49 persen dibanding dengan bulan lalu menjadi 10,3 miliar dolar AS. Kenaikan ini disumbang oleh peningkatan ekspor besi/baja sampai 40 persen secara mtm.
Kenaikan juga dialami di sektor pertambangan dan lainnya hingga 31,08 persen dibanding dengan Februari yang disebabkan peningkatan ekspor batubara, dan bijih tembaga. "Secara komposisi, industri pengolahan masih dominasi terhadap ekspor Januari hingga Maret, yakni sampai 73,86 persen," ujar Suhariyanto.
Berdasarkan golongan barang dua digit, Suhariyanto menjelaskan, bahan bakar mineral mengalami peningkatan signifikan. Dibanding dengan Februari 2019, pertumbuhannya mencapai 401,3 juta dolar AS atau 24,21 persen pada Maret. Negara tujuan utamanya adalah India, China dan Jepang.
Sementara itu, besi dan baja mengalami kenaikan 40,3 persen dengan negara tujuan utama ke China, Korsel dan India. Ketiga, yang mengalami kenaikan adalah bijih, kerak dan abu logam dengan pertumbuhan 162,9 juta dolar AS atau 110,41 persen. Negara tujuan utamanya adalah Cina, Filipina dan India.
Di sisi lain, Suhariyanto mengatakan, ada golongan barang yang mengalami penurunan. Hanya saja, angkanya memang lebih kecil dibanding dengan yang mengalami peningkatan. Salah satu yang terbesar adalah perhiasan/permata yang turun 31,8 juta dolar AS atau 4,84 persen dibanding dengan Februari 2019. Tujuan utamanya adalah ke Singapura, Hong Kong dan Jepang. "Diikuti ampas/sisa industri makanan yang turun 27,3 juta dolar AS atau 38 persen," tuturnya.
Pada Maret, ekspor nonmigas terbesar masih ditempati oleh Cina, Amerika Serikat dan Jepang yang masing-masing nilainya mencapai 1,9 miliar dolar AS, 1,38 miliar dolar AS dan 1,1 miliar dolar AS. Peranan ketiganya sendiri mencapai 35 persen.
Tiga negara tersebut juga mendominasi tujuan ekspor terbesar Indonesia sepanjang periode Januari sampai Maret 2019. China berada di peringkat pertama, yakni mencapai 5,23 miliar dolar AS dengan komoditas utama besi/baja dan minyak kelapa sawit. Sementara, Amerika Serikat ada di posisi kedua dengan nilai 4,1 miliar dolar AS yang diikuti Jepang, yakni 3,4 miliar dolar AS.
http://bit.ly/2PcT9Cp
April 15, 2019 at 02:10PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2PcT9Cp
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment