REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri urusan luar negeri Oman Yusuf bin Alawi bin Abdullah mengatakan, negara-negara Arab harus mengambil inisiatif untuk mengatasi kecemasan Israel terkait eksistensinya di masa mendatang. Menurut dia, tindakan yang dilakukan Israel selama ini dilandasi rasa takutnya akibat dikepung negara-negara Arab.
“Barat telah menawarkan dukungan politik, ekonomi, militer dan sekarang Israel memegang semua alat kekuasan. Tapi meskipun demikian, ia khawatir untuk masa depannya sebagai negara non-Arab yang dikelilingi oleh 400 juta orang Arab,” ujar Abdullah di sela-sela Forum Ekonomi Dunia yang diselenggarakan di tepi Laut Mati, Yordania, pada Sabtu (6/4), dikutip laman Aljazirah.
Ia percaya bahwa bangsa Arab harus dapat melihat ke dalam masalah ini dan mencoba untuk meredakan ketakutan yang dimiliki Israel melalui inisiatif serta kesepakatan nyata dengan Israel.
Kendati demikian, dia menegaskan bahwa usulannya tersebut bukan berarti sebagai sebuah ajakan untuk mengakui Israel. “Tidak mengakui, tapi kami ingin mereka sendiri merasa bahwa tidak ada ancaman bagi masa depan mereka,” ucapnya.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menentang gagasan Abdullah. Menurut dia, masalah inti terkait Israel adalah bahwa ada pendudukan di tanah Arab, dalam konteks ini yaitu Palestina.
“Dunia Arab telah mengakui hak Israel untuk hidup. Palestina sendiri mengakui hak Israel untuk hidup, itu bukan masalah. Masalahnya adalah bahwa ada pendudukan. Apakah pendudukan ini akan berakhir atau tidak?” ujar Safadi.
Dia menegaskan bahwa Israel harus menarik diri dari tanah Arab yang diduduki pasca-Perang 1967 dan mengizinkan pembentukan Negara Palestina. “Jika mereka (Israel) mengatakan mereka tidak nyaman, itu bukan urusan saya. Masalahnya bukan dengan orang Arab yang memberikan jaminan, masalahnya adalah dengan Israel untuk melakukan apa yang benar untuk perdamaian,” katanya.
Menurutnya, hingga saat ini, Israel belum melakukan hal yang benar untuk mewujudkan perdamaian di kawasan. Sebaliknya, Israel justru banyak melakukan perbuatan yang justru mencekik warga Palestina.
“Gaza, mungkin seperti yang Anda dengar berkali-kali, penjara terbesar di dunia,” ujarnya mengacu pada blokade yang dilakukan Israel selama 12 tahun.
Padan Oktober tahun lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan pertemuan dengan Sultan Oman Qaboos bin Said Al Said di Muscat. Pertemuan itu cukup mengejutkan dunia Arab, termasuk rakyat Palestina. Sebab Netanyahu dikahwatirkan berupaya melobi Sultan Qaboos untuk menormalisasi hubungan diplomatik negaranya dengan Tel Aviv.
Tahun lalu, dalam sebuah konferensi regional di Bahrain, Oman mengatakan, mungkin telah tiba waktunya bagi Israel untuk diperlakukan sama seperti negara-negara lain di Timur Tengah. Tel Aviv juga dituntut untuk menanggung kewajiban yang sama.
http://bit.ly/2G5yxcp
April 07, 2019 at 09:57PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2G5yxcp
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment