REPUBLIKA.CO.ID, Nelayan Muslim dari wilayah Indonesia pertama kali berlabuh di pantai Australia pada abad ke-17. Hal tersebut terekam pada lukisan penduduk asli Australia yang menggambarkan sejumlah kapal berlayar ke pantai utara Arnhem Land.
Diperkirakan nelayan Muslim sudah berlabuh di pantai Australia sebelum abad ke-17. Tapi yang terekam dalam lukisan baru pada abad ke-17. Dalam lukisan tersebut tergambarkan metode penangkapan ikan, perahu-perahu dari Makassar, sejumlah suku dan penduduk asli beserta senjata dan kapal-kapalnya.
Para nelayan Muslim itu berlayar menggunakan perahu di sepanjang pantai utara dan barat laut Australia. Perahu merupakan sejenis kapal layar yang berasal dari Indonesia, biasanya memiliki layar berbentuk segitiga dan cadik. Mereka memancing teripang dan berdagang dengan orang Aborigin.
Dilansir dari Boundless Plains: The Australian Muslim Connection, para pedagang Muslim dari Indonesia di Arnhem Land memperkenalkan sejumlah kata, seperti kata rupiah yang artinya uang. Interaksi lintas budaya tersebut berlangsung selama lebih dari tiga abad.
Pada abad ke-19, gelombang baru Muslim memasuki Australia dan menetap sana. Antara tahun 1870 dan 1920 sekitar, 20 ribu unta dan 2.000 sampai 3.000 penunggang unta mendarat di daratan Australia. Mereka berasal dari Afghanistan, Rajasthan, Khasmir, Mesir, Turki, dan Persia.
Kemudian jaringan jalan unta yang luas tersebar ke seluruh pedalaman Australia. Para penunggang unta tersebut melakukan apa yang perlu dilakukan saat membuka sebuah wilayah. Peran mereka terbukti sangat berjasa dalam ekspedisi untuk memetakan Benua Australia.
Mereka mengangkut wol ke pelabuhan dan air ke daerah-daerah yang dilanda kekeringan. Mereka juga mengangkut surat, peralatan, dan berdagang pada saat konstruksi kereta api masih dalam masa pengembangan di Australia.
Para penunggang unta juga memainkan peran penting dalam memfasilitasi pembangunan jalur Telegraf Overland pada 1870-1872. Mereka membantu mengangkut peralatan, bahan, dan pasokan.
Tanpa layanan yang mereka berikan, pengembangan pedalaman Australia akan tertinggal paling sedikit lima puluh tahun sampai era perbaikan jalan dan layanan kereta api. Sebab baru pada masa kereta api dimulai, jasa tenaga hewan mulai terganti dengan tenaga mesin.
Setelah kedatangan para penunggang unta, datang pedagang asongan dan para penyelam mutiara dari Melayu ke Australia. Kemudian secara bertahap Australia didatangi orang Albania, Turki, dan Muslim lainnya dari berbagai negara. Semuanya itu menjadi bagian dari sejarah awal Australia.
Sebagaimana diketahui, Boundless Plains: The Australian Muslim Connection adalah sebuah pameran foto yang menceritakan kisah lengkap Islam di Australia. Pameran itu secara resmi dibuka di Museum Sejarah Jakarta pada Senin (15/4), dan akan dibuka sampai 30 April 2019.
Pameran tersebut memetakan sejarah panjang Islam di Australia. Mulai dari sejarah pelaut Makassar yang berdagang dengan penduduk asli Yolngu di Australia utara, dan penunggang unta dari Asia Selatan yang membantu mengembangkan pedalaman Australia. Sampai sejarah imigran dari seluruh dunia yang menjadikan Australia sebagai rumah mereka sampai hari ini.
Pameran tersebut dikembangkan oleh Islamic Museum of Australia. Islamic Museum of Australia memiliki tujuan untuk menampilkan warisan artistik yang kaya dan sumbangsih sejarah umat Muslim di Australia dan luar negeri.
"Islam adalah agama besar di Australia dan berkembang pesat dengan laju sekitar 20 persen," kata Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, kemarin.
Gary mengatakan, pameran itu menyoroti bahwa Australia sama seperti Indonesia, sama-sama memperoleh banyak kekuatan dari masyarakat multi agama dan multikultural. Menurutnya, perlu mengembangkan pemahaman yang lebih dalam dan membangun hubungan antara komunitas-komunitas, terutama komunitas agama.
Fuji E Permana
http://bit.ly/2XkWO4e
April 17, 2019 at 05:26PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2XkWO4e
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment