REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di Honduras, para imigran Arab itu menjalankan berbagai aktivitas. Ada yang menjadi politisi atau pegawai pemerintahan, tetapi paling banyak terjun di dunia bisnis dan perdagangan.
Diperkirakan, jumlah mereka mencapai 100 hingga 200 ribu jiwa dari tujuh juta populasi penduduk. Honduras pun tercatat sebagai negara dengan jumlah imigran Arab Palestina terbesar di kawasan sejajar dengan Amerika Serikat, Kanada, dan Cile.
Jumlah imigran Arab Muslim sekitar 2.790 jiwa atau 0,04 persen dari populasi. Kendati tidak signifikan dari segi kuantitas, kehadiran mereka cukup memberikan kontribusi dalam pembangunan bidang sosial, ekonomi, politik, ataupun keagamaan.
Sejak tahun 1984, umat Muslim memiliki wadah organisasi. Namanya Centro Islamico de Honduras yang berkedudukan di Kota San Pedro Sula, pimpinan Yusuf Amdani. Lainnya adalah Comunidad Islamica de Honduras di Cortez. Organisasi keagamaan ini semakin mempercepat akselerasi umat Muslim pada kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan keumatan.
Tujuan utamanya mendorong kesejahteraan di kalangan imigran Arab dan Muslim. Sejumlah masjid didirikan. Organisasi juga menggiatkan aktivitas keagamaan. Antara lain, kajian dan pembelajaran Alquran, diskusi agama dan isu keumatan, pendidikan agama untuk anak-anak, bahasa Arab, serta pembinaan sosial lainnya.
Dalam artikel bertajuk A Century of Palestinian Immigration Into Central America, Roberto Marin Guzman mengatakan, ada kemungkinan bertambahnya jumlah imigran Arab Muslim di negara itu kendati tidak diketahui angka pastinya. Mereka membentuk komunitas-komunitas Muslim di beberapa kota besar, khususnya yang berada di kawasan utara.
Sentra pertumbuhan sejatinya bermula di utara. Banyak dibukanya perkebunan pisang melambangkan transformasi pembangunan sejak abad ke-19. Potensi besar ini pada akhirnya menarik perhatian para pelaku industri pertanian, pedagang, ataupun pekerja. Imigran Arab Muslim ikut berkontribusi dalam setiap tahapan perkembangan di sana.
Mereka mengawali dengan pembukaan sejumlah perusahaan. Sebagian lagi terjun langsung membuka perkebunan pisang atau menjadi pekerja di perkebunan. Komunitas imigran Arab dan Muslim menempati distrik La Lima, El Progreso, dan Puerto Cortez.
Kehidupan mereka sangat sederhana. Tiada kemewahan dalam soal materi, seperti rumah, pakaian, ataupun perhiasan. Ketika pergi dari satu desa ke desa lain untuk menjual hasil perkebunan, mereka memilih tinggal di penginapan sederhana atau rumah-rumah penduduk. Faktor inilah yang menciptakan kedekatan dengan warga lokal.
http://bit.ly/2WRvAlf
April 07, 2019 at 11:20PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2WRvAlf
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment