
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Papua membenarkan adanya aksi pembakaran surat suara Pemilu 2019 yang terjadi di Puncak Jaya, Papua. Ketua KPUD Papua Theodorus Kossay mengatakan, aksi pembakaran tersebut melanggar hukum.
“Pembakaran itu benar. Dan kita sedang minta teman-teman di Puncak Jaya untuk melaporkan apa yang terjadi,” ujar Theodorus saat dihubungi Republika dari Jakarta, pada Rabu (24/4).
Menurut Theodorus, informasi yang sampai ke KPUD Papua sementara ini, hanya dapat memastikan surat suara yang dibakar itu terjadi pada Selasa (23/4). Ia menerangkan, bukan cuma surat suara yang dibakar, properti penyelenggaraan pemilu lainnya, seperti kotak suara yang terbuat dari kertas kardus, pun ikut dibakar.
Soal surat suara, kata dia, adalah surat suara sah yang sudah terpakai atau tercoblos usai pemilu digelar pada 17 April lalu. “Itu surat suara yang sudah terpakai (tercoblos),” sambung Theodorus.
Ia menganggap aksi pembakaran tersebut perbuatan yang melanggar hukum. “Karena sekarang ini kan kita masih rekapitulasi hasil pemilu. Tidak boleh itu dibakar,” sambung dia.
Masih menurut laporan internal, kata Theodorus, pembakaran kotak dan surat suara tersebut, tak berasal dari satu tempat pemungutan suara (TPS). Melainkan kata dia, kotak dan surat suara dari banyak kelurahan dan distrik yang dikumpulkan pada satu tempat lalu sengaja dibakar.
Meski Theodorus menganggap aksi pembakaran kotak dan surat suara itu melanggar hukum, ia belum mau berspekulasi tentang siapa aktor dibalik pembakaran tersebut. “Komunikasi ke sana (Puncak Jaya) sulit. Tetapi kita sudah minta teman-teman di Puncak Jaya melaporkan secepatnya. Kita akan cari tahu siapa yang membakar,” ujar dia.
Di Jakarta, Mabes Polri pun membenarkan aksi pembakaran kotak dan surat suara di Puncak Jaya. Namun berbeda dari keterangan Theodorus. Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan menyampaikan, kotak dan surat suara yang dibakar merupakan logistik Pemilu 2019 yang sudah tak lagi terpakai.
“Kejadiannya, dibakar karena sisa-sisa logistik pemilu yang tidak dipakai,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/4).
Dedi menerangkan, di sejumlah daerah pemilihan Papua dengan sistem pencoblosan yang khusus, yakni pola noken, membuat sisa logistik pemilu menjadi masif. Pencoblosan dengan cara noken, memberi kewenangan kepada pemangku adat atau orang yang ditunjuk sebagai tetua untuk mencoblos banyak surat suara mewakili pemilih di wilayahnya. Penerapan sistem noken di Papua, berada di 12 kabupaten, salah satunya di Puncak Jaya.
Menurut Dedi, untuk menghindari penyalahgunaan surat suara dari sisa pencoblosan dengan cara noken, ia membenarkan aksi pembakaran tersebut dilakukan. “Logistik pemilu yang tidak dipakai cukup banyak di Papua. Sehingga dimusnahkan biar tak terjadi penyalahgunaan oleh orang-orang tertentu,” ujar dia.
http://bit.ly/2DtBpOE
April 24, 2019 at 05:10PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2DtBpOE
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment