REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) menerima ratusan keluhan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri terkait hak pilih. TKN mengatakan, laporan dibuat menyusul terhalangnya WNI untuk menggunakan hak pilih mereka.
"Semua kejadian yang di luar negeri, kan hari ini pemungutan suara serentak di luar negeri kan," kata Direktur Hukum dan Advokasi TKN KIK Ade Irfan Pulungan di Jakarta, Ahad (14/4).
Ade mengatakan, salah satu negara yang banyak melaporkan keluhan adalah Australia, khususnya di Sydney. Dia mengtakan, sejumlah WNI di wilayah tersebut tidak mendapat kesempatan untuk menggunakan hak pilih mereka karena TPS sudah tutup.
Dia melanjutkan, keluhan diterima di beberapa titik di seluruh Australia. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan, saat ini TKN masih beerupaya menampung serta mengidentifikasi seluruh keluhan yang diajukan WNI di luar negeri.
Ade menambahkan, keluhan serupa juga diterima dari beberapa negara lain semisal Jerman dan Selandia baru. "Nah, kami masih mengidentifikasi menunggu laporan semua dari semua kejadian yang ada di luar negeri," katanya.
Ade mengatakan, TKN meminta WNI yang membuat laporan untuk menyampaikan pengaduan secara tertulis dan menyampaikan tentang kronologis peristiwanya. Dia mengaku selama ini keluhan diterima melalui kontak pribadi menyusul nomor ponsel miliknya yang telah tersebar.
"Tempatnya di mana, jamnya berapa, itu siapa pengakuannya biar jelas dari situ kami akan mengidentifikasi menyusun laporanya terus menyampaikan ke Bawaslu atau ke KPU juga tentang masalah ini semua," katanya.
Ade mengatakan, laporan rencananya akan disampaikan ke Bawaslu pada Senin (15/4) besok.
Sebelumnya, ratusan WNI di Sydney mengaku tidak bisa mencoblos dan harus berstatus golput. Massa yang masuk dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) itu tidak bisa memberikan suara mereka menyusul keterbatasan waktu.
Dalam aturan pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney. Namun, Panitia Pemiliham Luar Negeri (PPLN) Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.
Di Australia, WNI secara serempak melakukan pemilu pada Sabtu, 13 April 2019. Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di media sosial. Bahkan, saat ini lebih dari 3.000 WNI sudah menandatangani petisi untuk mendesak pemilu ulang di Sydney.
Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto menegaskan, penggunaan hak pilih oleh WNI tidak boleh terhambat hanya karena persoalan administratif. Dia mengatakan, mereka yang menghalangi seseorang untuk menggunakan hak pilihnya merupakan kejahatan demokrasi dengan sangsi pidana dua tahun penjara.
Menurut Hasto, bagaimanapun juga hak untuk memilih dan dipilih itu dilindunfi konstitusi dan ini prinsip yang paling fundamental di dalam negara demokrasi. Dia mengatakan, inilah yang diberikan sebagai mandat seluruh penyelenggara pemilu agar pemilu bisa berjalan dengan jujur dan adil.
"Hak konstitusional warga negara terhambat oleh teknis administratif karena itulah terhadap apa yang terjadi di Syendy, Belanda, Swedia menunjukan antusiasme pemilih luar biasa datang ke TPS tapi mendapatkan kesalahan teknis," katanya.
Secara khusus, Hasto menyayangkan kejadian tersebut. Terlebih, dia mengatakan, itu merupakan sebuag kerugian karena sebagaian besar pemilih di Sydney mereka sudah menyatakan dukungan kepada kepempinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Tapi siapapun warga negara apapun pilihan apapun pegang partai politiknya wajib dijamin hak konstitusional tersebut dan tidak boleh sekali lagi dihambat oleh persoalan teknis administratif," katanya.
http://bit.ly/2KAhxPP
April 14, 2019 at 07:18PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2KAhxPP
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment