REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI), Denny JA, menyoroti beberapa hal negatif seputar penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 pada Rabu (17/4). Dalam pandangan Denny, penggabungan waktu pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg) lebih banyak menghasilkan keburukan, karena porsi perhatian masyarakat lebih banyak terfokus pada pilpres.
"Pileg menjadi anak tiri. Sekitar 70 persen diskusi di masyarakat adalah seputar pilpres, pileg hanya 30 persen," kata Denny di Graha Dua Rajawali, Jakarta, Kamis (18/4).
Menurut Denny, digabungnya pilpres dan pileg juga membuka kultur pengkhianatan partai politik. Hal itu disebabkan pada sejumlah daerah tertentu, amat mungkin para calon legislatif memberikan dukungan kepada salah satu kontestan pilpres meski hal itu tidak sejalan dengan kebijakan partai.
Poin selanjutnya yang menjadi catatan Denny adalah pileg tidak berlangsung seimbang. Para caleg yang berasal dari partai yang memiliki capres/cawapres relatif dapat lebih mudah meraih dukungan masyarakat dibanding caleg yang tidak memiliki capres/cawapres sendiri.
Poin terakhir adalah nama caleg semakin tenggelam. Caleg semakin sulit mempromosikan diri dan kapabilitasnya karena perhatian publik sudah tersedot oleh pilpres.
"Mudah-mudahan bisa kita dorong agar hal ini digugat ke MK (Mahkamah Konstitusi), atau kita berikan dukungan kepada legislatif agar kedua hal ini tidak dicampur lagi," ujar Denny.
http://bit.ly/2vc9s9G
April 18, 2019 at 08:52PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2vc9s9G
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment