REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Warga dunia hanya mengenal Braille yang berkebangsaan Prancis sebagai penemu huruf Braille. Pada 1824, Braille menciptakan sejenis sistem tulisan sentuh yang khusus digunakan para penyandang tunanetra. Awalnya, sistem penulisan itu dirancang Braille ketika berusia 15 tahun untuk memudahkan tentara membaca di tempat gelap.
Sistem alfabet yang terdiri atas sel yang mempunyai enam titik timbul itu mulai populer dua tahun setelah Braille tutup usia. Sejak itulah, penyandang cacat tunanetra di seantero Prancis mulai menggunakan huruf Braille untuk membaca dan menulis. Huruf Braille terdiri atas 63 karakter. Setiap karakter atau sel terdiri atas enam titik-dua titik mendatar serta tiga titik lainnya menurun. Titik-titik yang terdapat dalam sel itulah yang kemudian dapat dibaca oleh para tunanetra dengan menggunakan rabaan jari.
Awalnya, sistem alfabet Braille tak mengenal huruf W. Tapi kemudian, varian huruf Braille terus diperkaya, bahkan dapat digunakan untuk membaca nota musik dan matematika. Alquran Braille pun sudah tersedia sejak lama. Kian kayanya fungsi huruf Braille terjadi setelah sistem penulisan itu ditambah dua titik lagi sehingga setiap selnya terdiri atas delapan titik.
Dengan penambahan titik itu, penyandang tunanetra bisa membedakan huruf kapital dengan huruf kecil. Kombinasi delapan titik yang terdapat dalam setiap karakter huruf Braille itu kini telah disusun dalam standar Unicode. Huruf Braille untuk bahasa Indonesia hampir sama dengan kode huruf Braille Inggris.
Sejarah Barat mencatat, sistem Braille pada mulanya dikembangkan Charles Barbier sebagai metode komunikasi. Adalah Kaisar Napoleon Bonaparte yang memerintahkan Barbier untuk membuat kode bagi para serdadunya untuk berkomunikasi dalam keadaan gelap gulita yang disebut tulisan malam. Namun, sistem yang dikembangkan Barbier itu terlalu kompleks untuk dipelajari tentara.
Sistem tulisan yang dikembangkan Barbier pun akhirnya ditolak militer. Hingga akhirnya pada 1824, Napoleon berkunjung ke institut nasional bagi orang tunanetra di Paris, Prancis, dan bertemu dengan Louis Braille. Lalu, Braille diminta untuk memodifikasi serta merancang sistem tulisan malam yang baru.
Ia lalu memodifikasi tulisan yang dibuat Barbier dengan menggunakan sistem sel yang terdiri atas enam titik. Dunia modern pun menganggap sistem tulisan Braille telah melahirkan semacam revolusi komunikasi bagi kalangan tunanetra.
http://bit.ly/2KVGSE7
April 23, 2019 at 05:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2KVGSE7
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment