REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jawa Barat berkomitmen untuk terus mendorong budaya literasi di semua level masyarakat. Salah satu bentuk komitmen ini tertuang dalam Deklarasi Literasi untuk Jawa Barat Juara Lahir dan Batin di acara 'Festival Literasi 2019 Habis Gelap Terbitlah Terang'.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menandatangani Deklarasi LIterasi untuk Jawa Barat ini bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI M Syarief Bando, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat Riadi, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Doni P Joewono, Bunda Literasi Jawa Barat Atalia Praratya, serta Plt Direktur Utama BJB Agus Mulyana di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (20/4).
Menurut Ridwan Kamil, ia akan membuat tradisi baru di pemerintahannya. Setiap bulan, ia akan meminta para pejabat Pemda Provinsi Jawa Barat membuat resensi buku setiap bulan.
“Kami akan memulai tradisi para kepala dinas sebulan sekali saya wajibkan baca buku. Nanti di akhir bulan diacak siapa yang membuat resensi dan wajib mempresentasikan,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Emil mengatakan, hal ini dilakukan untuk terus mendorong pembangunan infrastruktur literasi di Jawa Barat. Salah satu upaya yang telah dilakukan yakni pembuatan Perpustakaan Jalanan atau dinamakan Kolecer (Kotak Literasi Cerdas) dan Candil (Maca Dina Digital Library).
“Saya juga titip ke bunda-bunda literasi tolong kotak-kotak cerdas itu (kolecer) diperbanyak. Kemudian perpustakaan di desa, sedang kita siapkan satu desa satu perpustakaan, mobile library, dan lain-lain,” katanya.
Sedangkan isi deklarasi yang ditandatangani Emil, adalah pertama, siap mendukung gerakan literasi untuk Jawa Barat Juara Lahir Batin, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Kedua, menjadikan perpustakaan sebagai wahana belajar masyarakat sepanjang hayat, dengan prinsip terbuka, menyenangkan, dan menjunjung kebermanfaatan yang tinggi bagi masyarakat Jawa Barat, dalam meningkatkan kualitas hidupnya, melalui program transformasi, perpustakaan berbasis inklusi sosial di Jawa Barat.
Ketiga, sesuai dengan kewenangan kami masing-masing mendukung gerakan literasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat literat yang berkarakter dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Keempat, membangun kolaborasi untuk melakukan inovasi kreasi literasi dalam mewujudkan masyarakat cerdas.
“Ini menunjukkan komitmen di level teknis kita sangat kuat, bukan hanya basa-basi atau hanya ceremony,” katanya.
Emil berharap, gerakan literasi ini bisa berhasil secara maksimal. Oleh karena itu, pihaknya sedang menyiapkan berbagai program untuk meningkatkan budaya literasi di Jabar, seperti program membaca sebelum belajar di semua level jenjang pendidikan.
“Pokoknya di semua kalangan kita budayakan agar ranking (literasi) yang masih jelek ini bisa membaik dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata Emil.
Saat ini, Indonesia menempati ranking 60 dari 61 negara dalam hal literasi dan membaca. Namun, berdasarkan hasil survei World Culture Index Score 2018, kegemaran membaca masyarakat Indonesia meningkat signifikan. Indonesia menempati urutan ke-17 dari 30 negara.
Dalam hal membaca, rata-rata orang Indonesia menghabisakan waktu membaca sebanyak enam jam/minggu, mengalahkan Argentina, Turki, Spanyol, Kanada, Jerman, Amerika Serikat, Italia, Meksiko, Inggris, Brasil, Taiwan, Jepang dengan masing-masing tiga jam per minggu.
“Mari jangan lagi patah semangat dengan ranking 60 dari 61 negara yang disurvei. Oleh karena itu, tugas sekarang cari solusi. Pertama, kita buat budaya membaca. Saya titip kepada kepala daerah wajibkan di Paud, TK, SD, SMA, SMA membaca dulu sebelum masuk kelas,” ajak Emil.
Emil mengatakan, gerakan membaca tersebut sudah ia lakukan sejak menjadi wali kota (Bandung). "Dan akan kita jadikan gerakan wajib. Jangan baca buku pelajaran, itu mah karena bisa di waktu belajar. Baca buku tentang astronomi (misal), apapun terserah,” katanya.
Berbagai upaya tersebut mendapat apresiasi dari Kepala Perpustakaan Nasional M Syarief Bando. Baginya upaya untuk membangun literasi bagian dari pembangunan budaya intangible atau tak berwujud, yang bisa memberikan masa depan cerah untuk sebuh bangsa.
“Ini adalah pembangunan intangible, ini adalah perubahan budaya dan inilah sesungguhnya bilamana bisa diwujudkan akan menghasilkan masa depan untuk bangsa Indonesia,” kata Syarief.
Syarief juga mengemukakan tentang konsep literasi yang sesungguhnya. Literasi adalah upaya kita untuk mengenal kata, huruf, dan kalimat yang bisa memberikan gagasan untuk menghasilkan sebuah karya.
“Literasi yang sesungguhnya adalah bagaimana kemampuan kita mengenal kata, mengenal huruf, mengenal kalimat, bagaimana menyatakan pendapat, kemudian bagaimana menciptakan barang dan jasa yang berkualitas dalam kompetisi global,” papar Syarief.
http://bit.ly/2UPm3yP
April 21, 2019 at 11:47AM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2UPm3yP
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment