Monday, April 15, 2019

Mantan Gubernur BI Ajak Perbankan BUMN Konversi ke Syariah

Kapasitas kelembagaan industri keuangan syariah belum kompetitif dan efisien

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia merupakan negara dengan populasi jumlah kaum muslim terbesar di dunia. Dalam kondisi tersebut, kemajuan keuangan syariah menjadi salah satu titik sentral.

Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia Periode 2003-2008 Burhanuddin Abdullah saat ini kapasitas kelembagaan industri keuangan syariah belum sepenuhnya kompetitif dan efisien. Bahkan, pertumbuhan industri ini mengalami stagnansi lima persen setiap tahunnya.

“Perbankan syariah tidak maju, padahal 30 tahun kita punya bank syariah tapi makret sharenya masih lima persen. Sekarang masih stagnan juga, kita ingin 2008 lalu di atas lima persen tapi memang betul sulit sekali dicapai, sangat menyedihkan,” ujarnya saat acara ‘Peluncuran Buku Turbulensi Ekonomi’ di Gedung PPM Manajemen, Jakarta, Senin (15/4).

Sebenarnya, kata Burhanuddin, cara mendorong tumbuhnya bank syariah bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). Peran pemerintah juga harus besar, mengingat dari sisi infrastruktur, fasilitas perbankan syariah masih sangat terbatas.

“Kalau bisa pemerintah bisa turun tangan supaya industri bank syariah besar, kalau perlu salah satu bank pemerintah dijadikan bank syariah. Daripada BNI dan Mandiri bersaing, mending dibikin salah satu bank syariah (konversi ke syariah),” ucapnya.

Menurutnya salah satu kendala yang menghambat kemajuan industri perbankan syariah adalah sikap politik yang tidak jelas. Kedua, penciptaan kreativitas instrumen syariah yang perlu dikembangkan lebih baik ke depan.

“Kendala sikap politik yang mendorong, kalau sikap politiknya jelas, ini salah satu yang penting. Kedua, orang-orangnya sekarang harus sejahtera, kreativitas untuk menciptakan instrumen syariah untuk industri keuangan kita,” ungkapnya,

Ke depan, Burhanuddin memperkirakan industri keuangan syariah akan mengalami penurunan jika terobosan-terobosan perbankan syariah tidak dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah.

“Sekarang ini stagnan lima persen, ketolong karena Aceh menjadi bank syariah. Mungkin tahun depan bisa jadi turun karena bank konvesional makin besar, karena keuntungan besar dan mengambil suku bunganya besar-besar, maka bank asing pada masuk,” ucapnya.

Pada kesempatan sama Dosen UGM Yogyakarta Anggito Abimanyu menambahkan ada dua jal yang harus dilakukan untuk mendorong ekonomi dan keuangan syariah. Pertama, kebijakan top down oleh pemerintah, pemerintah daerah dan regulator.

Anggito mencontohkan pemindahan dana haji, kewajiban menggunakan bank syariah di instansi pemerintah, penempatan dana-dana pemerintah dan BUMN di lembaga keuangan syariah, konversi lembaga keuangan konvesional menjadi keuangan syariah, mempermudah persyaratan dan insentif di lembaga keuangan syariah dan lain sebagainya.

Kedua, bottom up dari industri, lembaga fatwa atau lembaga pendidiakn, seperti mendirikan program studi ekonomi Islam atau keuangan syariah terapan di perguruan tinggi, mendorong kreativitas produk syariah, lahirnya fatwa-fatwa produk syariah dan keuangan syariah, memperbesar promosi dan sosialisasi syariah di majelis ilmu, masjid, pondok pesantren, media sosial, target milenial dan lain sebagainya.

“Potensi yang dimiliki sangat baik, bukan hanya dari sisi kemunculan kelas menengah muslim secara pesat, namun juga kebutuhan yang makin meningkat dalam meningkatkan eksistensi diri di dunia,” jelasnya.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2KE5QYF
April 15, 2019 at 01:54PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2KE5QYF
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment