REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mematangkan rencana pemindahan ibu kota pemerintahan RI dari DKI Jakarta ke satu wilayah lain nantinya. Nantinya, Jakarta tetap dimanfaatkan sebagai ibu kota bisnis. Namun, praktik pemindahan ibu kota tentunya butuh biaya besar.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengungkap, dibutuhkan anggaran hingga Rp 466 triliun untuk membangun ibu kota baru seluas 40 ribu hektare dengan jumlah penduduk 1,5 juta orang. Opsi lain, dibutuhkan Rp 323 triliun untuk membangun ibu kota seluas 30 ribu hektare dengan 900 ribu penduduk.
Lantas dari mana asal kebutuhan dana untuk memindahkan ibu kota baru ini?
Bambang menjelaskan, ada empat sumber pembiayaan pemindahan ibu kota. Sumber pertama adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang akan dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur pokok, termasuk kantor pemerintahan dan gedung parlemen. Kemudian sumber pembiayaan kedua adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan membiayai pembangunan infrastruktur utama dan fasilitas sosial.
Sumber dana ketiga, ujar Bambang, adalah Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang akan melibatkan pemerintah dan swasta sekaligus. KPBU nantinya akan membiayai pembangunan infrastruktur utama dan fasilitas sosial. Sementara sumber dana keempat adalah pembiayaan dari swasta murni, termasuk pembangunan properti, perumahan, dan fasilitas sosial.
"Tetapi sudah dikonfirmasi oleh Bu Menkeu bahwa biayanya ini masih dalam batas wajar karena kita bisa melakukan kerjasama baik dengan BUMN dan swasta secara langsung, maupun kerjasama dalam bentuk KPBU," kata Bambang usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (29/4).
Presiden Joko Widodo (Jokowi), ujar Bambang, menekankan agar pembiayaan pemindahan ibu kota tidak membebani APBN dan sebisa mungkin melibatkan pihak ketiga. Meski menggandeng pihak ketiga dalam pembiayaannya, Jokowi pun menegaskan bahwa kontrol atas aliran dana tetap berada di tangan pemerintah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menambahkan, anggaran yang disebutkan di atas bukan masalah besar karena masih ada sumber pembiayaan non-APBN. Apalagi, katanya, proses pemindahan pun bukan dalam kurun waktu singkat.
"Proyeksinya dengan bangun ulang, permukiman, area pemerintahan. Kalau dulu saya ngobrol dengan presiden 4-5 tahun, sampai pembangunan selesai. Kalau pindahnya tidak harus sekaligus, bertahap," kata Basuki.
Sesuai perencanaan pemerintah, pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa dibagi dalam dua skema. Skema pertama adalah memindahkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Jakarta ke kota yang baru. Skenario itu akan membutuhkan 40 ribu hektare lahan dan memindahkan 1,5 juta jiwa. Skema kedua, tidak seluruh ASN pindah ke kota yang baru, dengan jumlah penduduk 900 ribu jiwa di atas 30 ribu hektare lahan.
http://bit.ly/2GHFQGm
April 29, 2019 at 05:34PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GHFQGm
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment