REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Wanita Muslim di London, Inggris dan New York, Amerika Serikat (AS) merayakan Hari Hijab Sedunia pada Jumat (1/2). Selain mengampanyekan tentang makna hijab dan Islam, mereka turut mendiskusikan perihal cara menghadapi Islamofobia.
Hari Hijab Sedunia baru pertama kali dirayakan di London. Sejumlah Muslimah di sana berkumpul untuk membahas masalah-masalah yang mereka hadapi saat mengenakan hijab serta bagaimana menghadapi Islamofobia di Inggris.
Saima, seorang pekerja amal di Human Relief Foundation adalah salah satu yang berpartisipasi dalam perayaan Hari Hijab Sedunia di London. Menurut dia, masyarakat Inggris memang perlu memahami tentang arti hijab bagi seorang wanita Muslim.
Sebab menurutnya ketidaktahuan adalah faktor utama yang memicu timbulnya diskriminasi. "Saya pikir sangat penting untuk memiliki hari di mana hijab diakui, terutama dalam iklim saat ini ketika Islamofobia sedang meningkat dan ada banyak ketidaktahuan seputar hijab serta mengapa wanita Muslim memakainya," ujar Saima, dikutip laman Anadolu Agency.
Berbicara tentang hijab, menurut Saima, selalu ada dua kutub yang berseberangan. Di satu sisi terdapat orang-orang yang hanya menganggapnya sebatas kain penutup. Hal itu yang menyebabkan mereka dengan mudah memerintahkan wanita Muslim melepas hijab dari kepalanya.
Sementara di sisi lain, hijab dianggap memiliki makna yang lebih dalam bagi mereka yang mengenakannya. "Dan bukannya menjadi pakaian, hijab memainkan peran kunci dalam identitas individu," kata Saima.
Berbeda dengan London, wanita Muslim di New York merayakan Hari Hijab Sedunia dengan melakukan aksi di Balai Kota. Mereka mengampanyekan tentang makna mengenakan hijab dalam Islam.
Aksi itu diikuti oleh Nazma Khan, wanita Muslim yang pertama kali mencetuskan Hari Hijab Sedunia. Ia berasal dari Bangladesh dan tinggal di New York. Saat ini Hari Hijab Sedunia telah menjadi nama sebuah organisasi nirlaba yang fokus memerangi diskriminasi terhadap wanita Muslim melalui kesadaran dan pendidikan.
Saat mengikuti aksi tersebut, Khan dan wanita Muslim lainnya merentangkan sebuah poster bertuliskan "Hijab adalah Kesederhanaan dan Martabat Kami" dan "Hijab adalah Privasi Saya".
Menurutnya, kampanye semacam itu penting dilakukan guja menumbuhkan kesadaran. "Tumbuh di Bronx, New York, saya mengalami banyak diskriminasi karena hijab saya," kata Khan saat menceritakan awal mula dia mencetuskan Hari Hijab Sedunia pada 1 Februari 2013.
Saat pertama kali datang ke AS pada usia 11 tahun, Khan kesulitan beradaptasi di sekolah karena menjadi satu-satunya siswa yang mengenakan hijab. Kala itu, Khan kerap dilecehkan dengan dipanggil "batman" atau "ninja".
Saat memasuki universitas, pelecehan dan diskriminasi tak berhenti. Teman-teman kuliahnya kerap memanggil Khan "Osama bin Laden" atau "teroris". "Itu mengerikan, dan saya pikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi adalah jika kita meminta saudara perempuan kita mengalami hijab sendiri," ucapnya.
Kendati gencar melakukan kampanye, Khan tak memungkiri bahwa aksi kebencian terhadap wanita Muslim masih tetap tumbuh. "Sekarang, terutama dalam dua tahun terakhir, kebencian telah mengambil ketinggian yang berbeda," ujar Khan.
Menurut situs Hari Hijab Sedunia, pada 1 Februari lalu, wanita di 190 negara berpartisipasi dalam perayaan. "Ini akan membawa kesadaran kepada orang-orang. Orang akan dididik tentang hijab dan mudah-mudahan, insya Allah, kita dapat mengurangi diskriminasi terhadap wanita Muslim yang memilih memakai hijab," kata Khan.
http://bit.ly/2G3VwWx
February 02, 2019 at 02:38PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2G3VwWx
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment