REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Donny Gahral Adian, mengatakan, politik tanpa mahar yang dilakukan oleh Partai NasDem bagi para kader yang ingin maju dalam kontestasi pemilu, menjadi salah satu langkah positif. Menurutnya, korupsi tidak bisa dituntaskan selama ongkos politik yang tinggi.
"Itu salah satu langkah yang harus ditiru juga. Hanya persoalannya, meski tanpa mahar, kemudian ketika menjabat jangan sampai tergoda oleh korupsi, tergoda melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Itu persoalannya," kata Donny, di Jakarta, Selasa (5/2).
Menurutnya, permasalahan korupsi tidak akan bisa tuntas selama pembiayaan politik masih cukup tinggi. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan NasDem patut dicontoh. Ia menyebutkan, partai yang memberlakukan politik tanpa mahar itu justru memberikan beban tersendiri bagi para caleg karena tidak ada alasan bagi para caleg ketika terpilih untuk "bermain-main" mencari peluang guna mengembalikan modal dan utang biaya berpolitik.
"Rekrutmen harus didasarkan kompetensi, bukan berdasarkan kedekatan dan kekuatan finansial," sarannya.
Sementara itu, pengamat Politik Hendri B Satrio, mengatakan partai-partai yang tidak mempunyai caleg eks napi koruptor merupakan citra yang baik bagi partai tersebut, namun jangan sekadar dijadikan "gimmick" belaka. Seperti Partai NasDem yang tidak mengusung caleg mantan napi koruptor. Menurutnya, partai yang bersih memang potensial menjadi partai besar di masa depan, terutama terkait elektabilitas. Namun hal itu kembali pada caleg-caleg dan politisi di dalamnya.
"Bagus ketika KPU mengumumkan partai politik yang calegnya tidak ada napi koruptor, masyarakat akan lega, dan bisa menjadikan hal itu sebagai pilihan. Namun jangan berhenti di situ saja, partisipasinya nanti di legislatifnya bagaimana?" ujarnya.
Hendri menilai caleg-caleg dari partai itu harus berhasil memperbaiki DPR dengan menyelesaikan Undang-Undang yang pro terhadap pemberantasan korupsi.
Imparsialitas NasDem menjadi hal yang mengemuka belakangan ini. Partai pendukung Jokowi ini sempat dituding punya kepentingan tertentu dengan kadernya yang duduk sebagai Jaksa Agung. Terhadap hal itu, Ketua DPP Partai NasDem, Taufik Basari menegaskan jika partainya sangat berkomitmen dengan penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia.
Komitmen itu sudah ditunjukkan DPP Partai NasDem terhadap beberapa kasus korupsi yang menjerat kader ataupun pengurus partai. Jika ada kader atau pengurus yang terlibat korupsi dan ditetapkan jadi tersangka. "Kita kasih dua pilihan. Pilihannya mengundurkan diri atau dipecat," tegas Tobas, sapaan Taufik Basari.
Sebagai contoh, anggota DPRD Malang dari Fraksi NasDem, Mohammad Fadli dipecat dari keanggotaan partai menyusul telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengesahan RAPBD-P tahun 2015.
Kemudian, Bupati Malang Rendra Kresna mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPW Jatim NasDem. Dia mundur karena masalah hukumnya di KPK. Dua pilihan ini, dijelaskan Tobas, berlaku untuk siapapun yang ada di Partai NasDem. Dimana hal ini NasDem tidak tebang pilih untuk urusan penegakan kasus korupsi.
"Selama ini jika ada kader yang kena kasus korupsi, NasDem tidak akan membela. Korupsi jadi tanggung jawab pribadi. Kita tidak akan intervensi apalagi melakukan pembelaan," paparnya.
Tobas juga menampik tudingan kader Nasdem yang bermasalah hukum aman dari kasus hukum karena di back up Kejaksaan. "Tudingan itu tidak didasari fakta. NasDem tidak melakukan intervensi kasus apapun termasuk kasus korupsi," ucapnya.
http://bit.ly/2GaD4eX
February 05, 2019 at 11:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GaD4eX
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment