Tuesday, April 23, 2019

BKSDA Sumbar: Harimau Sumatera Masih tidak Aman

Perdagangan satwa liar, termasuk Harimau Sumatera, melibatkan uang Rp 19 T.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Koordinator Pengendalian Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar Rusdyan Ritonga mengatakan populasi Harimau Sumatera masih dalam kondisi terancam. Penyebab utamanya kata Rusdiyan adalah masih maraknya perburuan terhadap harimau Sumatera untuk diperjualbelikan di pasar gelap.  

Rusdiyan mengatakan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bersama pihak kepolisian akan terus berjuang menyelamatkan dan mengamankan populasi harimau Sumatera yang memang sudah berstatus terancam punah. Harimau Sumatera masuk kategori satwa yang harus dilindungi oleh konservasi internasional sejak 1994 lalu.

"Harimau Sumatera ini tidak aman di alam, dengan terjadinya perburuan-perbutuan ini. Berdasarkan data yang kita punya. penyebab paling besar kepunahan harimau adalah perdagangan," kata Rusdiyan di Kantor Polda Sumbar, Selasa (23/4).

Rusdiyan menyebutkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bisnis perdagangan tubuh satwa liar di Indonesia memang menggiurkan. Kementerian KLHK menyebutkan dari perdagangan satwa liar yang dilindungi telah melibatkan perputaran uang senilai Rp 19 triliun.

Karena itulah BKSDA di bawah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup akan terus memerangi perdagangan satwa liar dengan memberikan efek jera kepada pelaku.

Perdagangan harimau dan satwa liar yang dilindungi ini kata Rusdiyan dilakukan lintas provinsi dan lintas negara. Hal tersebut menjadi penyebab utama kepunahan Harimau Sumatera. Selain karena perburuan manusia, populasi harimau Sumatera juga terus berkurang karena kerusakan habitat harimau itu sendiri. Yakni kerusakan hutan yang juga terjadi karena alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan.

Rusdiyan menyebutkan saat ini populasi Harimau Sumatera berkisar di angka 600 ekor. Negara kata dia tidak akan membiarkan Harimau Sumatera ini punah karena akan mengancam kehidupan masyarakat. Sebab harimau merupakan puncak dari rantai makanan. Harimau merupakan pemangsa dari hewan-hewan lain yang menjadi hama seperti monyet, babi dan lain-lain. Andai harimau punah, maka hewan-hewan yang menjadi hama bagi pertanian masyarakat akan bertambah banyak.

"Harimau kini menjadi perhatian dunia untuk dilindungi. Bila punah maka bahaya ekologi sangat besar bagi negara. Karena tak ada lagi kontrol terhadap rantai makanan," ujar Rusdiyan.

Jumat (19/4) kemarin, Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumbar telah menangkap dua orang tersangka penjual kulit harimau Sumatera di Bukittinggi. Tersangka dengan S yang merupakan pemilik toko barang antik di Jalan Ahmad Yani Kota Bukittinggi dengan barang bukti kulit harimau Sumatera yang masih basah.

Satu lagi tersangka A yang merupakan seorang wiraswasta merupakan orang yang menitipkan sejumlah barang bukti berupa offset kulit harimau dan tulang belulang harimau untuk dijualkan.

Dari tersangka A dan S, Polda Sumbar mengamankan barang bukti berupa satu lembar kulit harimau, 14 tulang punggung harimau, dua buah tulang tengkorak harimau, dua tulang pinggul harimau, 10 tulang bagian kaki harimau, dua tulang bahu harimau, tumpukan tulang rusuk harimau, satu tengkorak tapir dan satu offset kulit harimau.

Satu kulit harimau ditemukan masih dalam kondisi basah. Polda memperediksi harimau Sumatera tersebut baru dikuliti dalam satu bulan terakhir. Begitu juga dengan tulang belulang harimau yang masih ada tempelan daging yang masih basah. Rencananya S akan menjual kulit dan tulang harimau ini seharga Rp 32 juta. Tapi penjualan tidak jadi karena sudah lebih dulu diamankan polisi.

Rusdiyan menjelaskan sejak 2007, sudah ada tujuh kasus perburuan dan perdagangan  harimau Sumatera dan satwa liar lainnya yang diamankan kepolisian dan kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Dua tahun terakhir, sudah dua kasus.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2W4IVH2
April 23, 2019 at 02:27PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2W4IVH2
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment