REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Happy Salma bukan hanya menyukai perhiasan untuk dipakainya dalam kegiatan tertentu. Ia bahkan menjadikan perhiasan sebagai ladangnya untuk berbisnis.
Bersama rekannya Dewi Sri Luce Rusna dan Franka Franklin Makarim mereka mengembangkan bisnis perhiasan Tulola Jewelry. Bisnisnya sudah berdiri sejak beberapa tahun belakangan.
Happy berperan menangani konsep kreatif dan pemasaran. "Saya suka perhiasan yang mencerminkan budaya. Saya menyukai budaya Indonesia. Motif-motif komunal. Bagaimana melangsungkan itu semua biar bisa tetap hidup," ujarnya, menjelaskan mengapa ia terjun pada bisnis perhiasan.
Tulola memiliki ciri khas mengeksplorasi tradisi perhiasan Indonesia. Karyanya selalu mengambil ide dasar dari cerita, kisah, mitos bahkan semangat akan kekayaan Ibu Pertiwi.
Seratus persen produk Tulola merupakan karya tangan (handmade) yang terinspirasi oleh kekayaan Indonesia, sejarahnya hingga karya sastra dan keberagamannya. Awalnya, Tulola Jewelry berasal dari kisah Dewi Sri Luce Rusna yang memulai semuanya di garasi rumah.
Dewi Sri Luce Rusna sendiri merupakan anak dari Desak Nyoman Suarti yang dikenal sebagai seorang maestro perak sukses di Bali yang mampu menembus pasar Internasional. Ketika bisnis keluarga mulai redup, Dewi Sri mempertahankan tukang-tukang terbaiknya dan mengajak bekerja di rumahnya untuk membantunya ketika menerima pesanan dari luar negeri sambil secara perlahan mulai membuat desain hanya untuk sahabat dekat dan pasar terbatas saja. Situasi tersebut yang kemudian menarik perhatian Happy Salma.
Dengan Dewi Sri, Happy Salma bertukar pikiran mengenai budaya Indonesia dan kekayaan motif perhiasan Tanah Air yang akhirnya melahirkan konsep kreatif dari beragam produk Tulola Jewelry. Kesamaan ketertarikan dan visi yang akhirnya mengantarkan keduanya untuk bekerja sama lebih serius.
“Desain Tulola terinspirasi dari kekayaan motif komunal hingga akhirnya melahirkan motif baru dan dari macam ragam bentuk desain masa lampau yang diinovasikan. Ini adalah bentuk apresiasi kami untuk negeri tercinta. Bagi kami yang terpenting adalah teknik seni murni dalam pembuatan perhiasan serta motif-motif komunalnya. Perkembangan industri perhiasan yang cepat serta merta membuat Tulola untuk terus memperkaya diri dengan berinovasi hingga melahirkan beragam motif baru, desain hingga pemasaran yang efektif," ujar Dewi Sri Luce Rusna di sela pembukaan butik ketiga di Plaza Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini, Tulola Jewelry telah memiliki delapan koleksi diantaranya koleksi ‘Juwita Malam’ (tahun 2011) yang terinspirasi dari lagu ‘Juwita Malam’ karya Ismail Marzuki; koleksi ‘Pita Loka’ (tahun 2013) yang terinspirasi dari kisah Dyah Pitaloka dari tanah Pasundan. Lalu koleksi ‘Tanah Air’ (tahun 2014) yang merupakan rupa dan wajah Tanah Air di masa lampau, di era tahun sebelum kemerdekaan dan awal kemerdekaan Tanah Air, yang terinspiirasi dari buku Douwes Dekker; koleksi ‘Bumi Manusia’ (tahun 2015) yang merupakan sebuah penghormatan pada sastrawan besar Indonesia.
Masiha ada koleksi Pramoedya Ananta Toer; koleksi ‘Lingkaran Semesta’ (tahun 2016) yang merupakan perwujudan dari takdir dan kejadian yang menimpa manusia, koleksi ‘Truth’ (tahun 2017) yang menerjemahkan semangat dan terima kasih untuk Sahabat Tulola; koleksi ‘Ubud’ (tahun 2018) yang terinspirasi dari kekayaan alam dan arsitektur Ubud dan akhirnya koleksi ‘Dewi Seri’ (tahun 2018) yang terinspirasi dari padi sebagai simbol siklus kehidupan.
Harga perhiasan dimulai dari Rp 800 ribu hingga jutaan rupiah. Ada anting, kalung, gelang, juga bros.
http://bit.ly/2ZKJ5Wu
April 29, 2019 at 05:24PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2ZKJ5Wu
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment