REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Walau sudah dikeluarkan peringatan secara teratur, namun jumlah kerugian yang dialami warga Australia setiap tahun karena penipuan semakin meningkat. Menurut Lembaga Perlindungan Konsumen Australia (ACCC) 2018, jumlah kerugian mencapai hampir setengah miliar dolar atau setara dengan Rp 500 miliar.
Namun, ACCC mengatakan angka itu pun mungkin baru puncak gunung es saja. Jumlah kerugian yang tidak dilaporkan mungkin jauh lebih besar lagi. ACCC mengatakan kerugian akibat penipuan yang dilaporkan di 2018 mencapai 489 juta dolar Australia, naik 44 persen dari angka di 2017 yaitu 340 juta dolar Australia.
Namun, menurut wakil ketua ACCC Delia Rickard dalam laporan tahunan berjudul Targeting Scams, angka itu bisa lebih tinggi lagi. "Kita tahu tidak semua mereka yang mengalami kerugian melaporkan ke lembaga pemerintah," kata Richard.
Salah satu bentuk penipuan yang memakan korban banyak tahun lalu dimana terjadi peningkatan 900 persen adalah jenis penipuan yang disebut ATO scams. ATO adalah kependekan dari Australian Tax Office, Kantor Pajak Australia.
Bentuk penipuan yang banyak memakan korban adalah warga menerima panggilan telepon dari suara seperti robot, yang meminta dengan nada mengancam agar mereka menelepon kembali. "Bila kami tidak menerima telepon Anda, maka akan dikeluarkan perintah penahanan dan Anda akan ditahan," begitu kira-kira bunyi pesan tersebut.
Jenis telepon lain adalah telepon seolah-olah dari petugas ATO yang memberitahu korbannya bahwa mereka berutang pajak yang besar. Ketika menelepon, penipu mengatakan perintah penahanan sudah dikeluarkan dan akan dibatalkan bila korban membeli voucher Apple Itunes seharga ribuan dolar, dan kemudian memberikan kode kepada penipu untuk bisa mencairkan uangnya.
Nomor telepon yang digunakan seolah-olah berasal dari dalam Australia padahal sebenarnya dilakukan dari luar negeri. "Di 2018, ATO menerima 114.625 laporan mengenai orang yang mengaku dari ATO, dengan kerugian mencapai 2,8 juta dolar Australia (sekitar Rp 28 miliar)," demikian laporan ATO.
Namun penipuan model ATO ini semakin canggih tahun lalu dengan korban diminta membayar lewat kartu Google Pay dan juga mata uang Bitcoin. Menurut ATO, tahun lalu korban warga Australia membayar 732.917 dolar Australia lewat Bitcoin, 647.817 dolar Australia lewat kartu Google Play dan 496.701 dolar Australia lewat kartu Itunes.
Peningkatan penipuan asmara dan investasi
Salah satu penipuan yang paling meningkat kejadiannya adalah penipuan berkedok asmara online. Pada 2017 kerugian adalah 42 juta dolar Australia (sekitar Rp 420 juta). Namun, pada 2018 naik menjadi sekitar Rp 600 juta atau naik 44 persen.
Para penipu ini biasan ya mencari korban lewat situs kencan online (termasuk Tinder), atau melalui media sosial termasuk Facebook dan Instagram. "Mereka memainkan perasaan korban guna mendapatkan uang, hadiah dan detail personal," kata ACCC.
Namun penipuan yang paling banyak memakan korban adalah jenis penipuan investasi. ACCC mencatat korban mengalami kerugian 86 juta dolar Australia, terjadi peningkatan 34 persen dari kerugian yang sama di 2017.
"Cara yang paling banyak yang terjadi adalah para penipu ini menelepon korban secara acak dan kemudian menawarkan investasi muluk, dan korban kemudian terjebak," kata ACCC.
http://bit.ly/2ULCt6u
April 29, 2019 at 05:24PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2ULCt6u
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment