REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesan untuk mendukung mimpi anak istimewa (berkebutuhan khusus) sangat mengemuka dalam film Down Swan. Sinema drama produksi Adiksi Films itu segera tayang di bioskop Indonesia mulai 23 Mei 2019.
Film bercerita tentang Nadia (Arina Dhisya) yang mengidap sindrom down. Dia sangat ingin menjadi penari balet seperti ibunya. Kedua orang tua Nadia, Bisma (Ariyo Wahab) dan Mitha (Putri Ayudya), terus mendukung impian Nadia.
Meskipun, hubungan mereka bertiga bukan tanpa konflik. Mitha semula terpukul karena buah hatinya divonis mengidap kelainan genetik sindrom down sejak dalam kandungan. Setelah Nadia lahir, bertahun-tahun Mitha menyangkal kondisi itu dan menutup diri.
Sinema arahan sutradara Fuad Akbar itu menyuarakan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki hak dan kesempatan sama dengan anak-anak lain. Sekaligus, menjadi refleksi perjuangan orang tua membesarkan anak berkebutuhan khusus.
Meskipun tokoh Mitha sempat menolak kondisi Nadia, tidak berarti dia berhenti mengasihi putrinya. Dia hanya membutuhkan waktu untuk berdamai dengan diri sendiri dan memupuk harapan yang seolah terenggut takdir.
Sementara, Bisma yang berprofesi sebagai wartawan mencoba meyakinkan istrinya bahwa tidak ada yang salah dengan putri mereka. Nadia sangat istimewa. Bersama-sama, karakter Bisma dan Mitha berkembang dan mengatasi konflik internalnya.
Jalinan drama itu cukup menyentuh sampai sebagian penonton yang hadir menitikkan air mata saat keluar dari bioskop di pemutaran terbatas. Menyimak perjuangan Bisma dan Mitha seperti sebuah cermin dengan pemaknaan berbeda bagi tiap orang.
Penonton yang memiliki kisah serupa dengan Bisma dan Mitha akan menyadari mereka tidak sendirian. Penonton yang belum memiliki anak pun akan trenyuh dengan kisah keluarga kecil itu. Namun, Down Swan tidak melulu mengeksploitasi kesedihan.
Ada kelucuan yang hadir lewat kepolosan Nadia, juga interaksinya dengan ayah, ibu, dan temannya. Pemeran Nadia tidak betul-betul mengidap sindrom down, tetapi ada sejumlah pengidap sindrom down yang menjadi pemeran pendukung.
Film dilengkapi teks dialog sepanjang durasi. Hal ini sangat memudahkan rekan difabel rungu atau difabel grahita yang ikut menonton. Pada saat pemutaran eksklusif, mereka ada di antara undangan yang hadir.
Hal yang menjadi catatan, sebagai film yang mengangkat tokoh pengidap sindrom down, Down Swan kurang menyisipkan konten terkait kelainan genetika itu. Penonton awam tidak mendapatkan informasi cukup mengenainya.
Tidak dijelaskan mengapa atau bagaimana Nadia terlahir dengan kondisi demikian. Para ahli memang belum mengetahui penyebab kelainan genetika itu, tetapi film tidak berusaha memberikan keterangan.
Tidak ditampilkan pula bagaimana penerimaan terhadap pengidap sindrom down di tengah masyarakat, padahal ada banyak aspek yang bisa dieksplorasi. Film lebih memilih untuk fokus pada kondisi orang tua yang anaknya divonis mengidap sindrom down.
Film untuk semua umur ini sangat cocok disimak penonton keluarga. Ceritanya yang menghangatkan hati bisa mendekatkan satu sama lain. Menjadi pengingat untuk selalu menyayangi dan menerima kondisi apapun dari orang terkasih.
http://bit.ly/2VoqWhR
April 28, 2019 at 04:48PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VoqWhR
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment