REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron sepakat bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 perlu dilakukan evaluasi. Sejumlah persoalan yang muncul pada Pemilu 2019 kali ini menurutnya terjadi di luar prediksi penyelenggara pemilu.
"Tidak diprediksi sebelumya bahwa beban kerja itu akan melebihi waktu kerja yang tersedia, sehingga banyak para petugas KPPS dan serta linmas itu meninggal," kata Herman kepada Republika, Jumat (26/4).
Selain itu, pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) yang serentak juga dianggap menimbulkan persoalan. Menurutnya pemilu yang dilakukan serentak lebih riskan, oleh karena itu perlu dipisahkan kembali seperti 2014 lalu.
"Sehingga mungkin ke depan dalam revisi Undang-undang Pemilu untuk Pemilu 2024 saya kira memang harus dipisahkan kembali antara pilpres dan pileg," ujarnya.
Selain itu, Anggota Komisi II dari fraksi PKS Almuzamil Yusuf mengatakan bahwa PKS akan mengkaji terkait adanya wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut. Menurutnya, pemilu serentak dinilai terlalu melelahkan.
"Serentak itu kan ternyata sangat meletihkan, dan itu juga diakui oleh ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum). Saya kira itu bagian masukan untuk kajian kita ke depan, setelah (Pemilu 2019) ini selesai tentunya," ucapnya.
Kemudian ia juga menyoroti kotak suara yang berbahan dari kardus yang dianggap mempermudah orang untuk melakukan manipulasi kotak suara. Hal seperti itu menurutnya akan menjadi masukan bagi DPR.
"Terlepas selesai atau tidak saya kira DPR yang sekarang bisa melakukan pembahasan baik dalam bentuk pansus atau dalam Komisi II, atau dalam bentuk membahas pasal perubahan," tuturnya.
Anggota komisi II DPR fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menilai revisi undang-undang adalah hal yang lazim dilakukan. Menurutnya, adanya wacana revisi tersebut ada untuk menyempurnakan penyelenggaraan pemilu yang akan datang.
"Karena memang dengan adanya pemilu serentak ini di sana-sini dirasakan banyak yang mengeluhkan betapa rumitnya pemilu secara serentak seperti sekarang ini," ungkapnya.
Kendati demikian, ia mengungkapkan bahwa proses revisi undang-undang tidaklah sedehana. Ada mekanisme yang harus dilalui dalam penyusunan undang-undang.
"Prosesnya diikuti sesuai dengan mekanisme aturan hukum terutama Undang-undang 12 tahun 2011 yang terkait tata cara penyusunan Undang-undang," ucapnya.
http://bit.ly/2ILb2YT
April 26, 2019 at 04:31PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2ILb2YT
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment