REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menilai pengangkatan 21 penyidik baru telah memicu persoalan baru di internal KPK. Menurutnya, proses pengangkatan puluhan penyelidik menjadi penyidik KPK itu tidak sesuai prosedur. Seharusnya, pengangkatan penyidik berbasis regulasi perundangan KPK dan melalui seleksi ketat.
“Penciptaan kondisi ini menjadi tidak sehat bagi suasana kerja di internal penindakan. Agar polemik ini tidak berlarut panjang, pimpinan KPK harus cepat bersikap untuk menyelesaikan masalah ini,” kata dia dalam keterangan persnya, Kamis (9/5).
Indriyanto mengaku khawatir dengan pengangkatan penyidik tanpa proses dan mekanisme formal akan menciptakan stigmanisasi penegakan hukum korupsi oleh KPK. Khususnya, kapabilitas penyidik dan dampaknya menimbulkan dikotomi, stigma disharmonisasi dan diskriminasi diantara internal kedeputian penindakan.
Indriyanto menambahkan, pimpinan KPK juga sebenarnya telah memiliki jalur dan basis regulasi Peraturan Komisioner yang sudah jelas tentang tatacara prosedur pengangkatan penyidik, dan itu seharusnya tidak boleh dilanggar.
Bahkan, secara historis dan filosofi UU KPK mengakui eksistensi penyidik Polri maupun Kejaksaan dalam berpartisipasi membangun manajemen penegak hukum di kelembagaan KPK.
“Bahwa kemudian ada polemik penyidik Internal dari pegawai tetap KPK adalah suatu dinamika . Jangan dianggap sepele, karena dinamika yang ada ini seharusnya tidak boleh menimbulkan disharmonisasi,” katanya
Karena, bila terjadi disharmonisasi di antara penyidik dalam bentuk apapun, kata Indriyanto, nantinya akan berdampak pada penegakan hukum pemberantasan korupsi. Oleh karenanya, sambung dia, untuk mengatasi polemik pengangkatan penyidik, pimpinan KPK harus patuh pada regulasi UU KPK dan perangkatnya.
“Juga bagaimana kebijakan tegas Pimpinan KPK menyikapi polemik ini, sepanjang kebijakan ini tidak dilakukan penyimpangan dan pengabaian garis-garis regulasi KPK yang ada,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, program mereformasi birokrasi di internal KPK sangatlah luas dan sudah berjalan cukup lama. "Pada waktu kami masuk dari 1.400 pegawai itu penindakan hanya 300 sekian, yang lainnya sisanya hanya supporting system dan pencegahan. Itu tidak ideal, sehingga saya menjanjikan 80 persen itu harus di penindakan. Kemudian kami juga yang sudah terlanjur di supporting system, yang sudah terlanjur di pencegahan itu juga harus bisa alih tugas," terang Agus.
Alih tugas ini, sambung Agus, kemudian dibuat peraturan pimpinan bahwa misalkan pegawai yang berada dalam naungan satu fungsi ditiadakam tes. Namun, harus ditingkatkan detail di identifikasi.
"Nah, kalau alih fungsi dia memang diperlukan tes. Jadi kalau dari penyelidikan ke penyidikan itu memang kalau menurut aturan itu tidak diperlukan tes karena satu fungsi," terangnya.
"Jadi, tidak sama sekali kalau kami mau membawa 21 penyelidik jadi penyidik itu bukan kami menari di atas gendangnya faksi yang tertentu, bukan. Ini lama, program lama," tambah Agus.
KPK sebelumnya menyatakan segera melantik 21 penyidik terpilih. Para penyidik itu dilantik usai dinyatakan lolos dari proses seleksi yang telah dilakukan KPK sejak 11 Maret lalu. KPK menyatakan para penyidik itu telah lolos seleksi dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Edukasi Antikorupsi selama sekitar sebulan itu, para calon penyidik dibekali sejumlah materi.
Pembekalan materi yang disampaikan oleh sejumlah sumber baik dari internal KPK ataupun eksternal seperti Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK). Materi pelatihan yang diajarkan diantaranya Hukum dan tindak pidana korupsi, Audit investigasi forensik, kemampuan investigasi, pelatihan di lapangan, e-learning, simulasi dan praktik, serta pelacakan aset.
Dian Fath Risalah
http://bit.ly/2VR7WJ2
May 09, 2019 at 02:13PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VR7WJ2
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment