Monday, May 13, 2019

Iftar Ramadhan: Meja Makan Yang Disajikan Tuhan

Buka puasa di Masjid Nabawi mengenang kesyahduan dan tradisi semenjak zaman Rasullah.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku

Tak ada yang mengalahkan suasana syahdu pada ifthar jama’i di Tanah Suci. Utamanya di Madinah.

Tradisi buka bersama atau ifthar jama’i ini sudah dimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Awalnya sejumlah delegasi dari Thaif yang baru masuk Islam memutuskan berdomisili sementara di kota Madinah. Rasulullah SAW bersama Bilal bin Rabah mengantarkan sajian berbuka dan sahur kepada mereka.

Khalifah Umar bin Khatab meneruskannya, pada 71 H didirikannya Dar Ad Dhiyafah, sebuah lembaga khusus untuk menyambut para tamu dan melayani mereka yang berpuasa.

Di Mesir tradisi ini memiliki sejarah panjang. Tercatat Al Laits Bin Sa’adlah yang memulainya. Ia seorang ahli fikih sekaligus hartawan. Menu favorit yang disajikan kala itu ialah bubur. Hingga terkenal dengan sebutan “bubur al-Laits”. Tradisi menyajikan bubur ini mewarnai syi’ar Ramadhan di berbagai belahan dunia. Dari generasi ke generasi.

Selanjutnya, ketika Ahmad Ibn Thulun mendirikan Dinasti Thulun pada 868 M-967 M, ia mengumpulkan para jenderal, saudagar, dan tokoh-tokoh penting dalam jamuan pada hari pertama puasa di Masjid Amru Bin ‘Ash.

Selama Ramadhan, ia mengeluarkan tak kurang dari 1.100 jenis makanan. Tradisi memberikan buka puasa ini berlanjut hingga kini. Meski jenis makanannya tak lagi sefantastis masa itu.

Semasa Daulah Utsmani, Sultan juga memerintahkan istana memberikan makanan pada siapa saja. Termasuk warga non Muslim. Seperti yang tertulis dalam buku “Ottoman Ramadan Through Foreigners’ Eyes”. Kebahagiaan menyambut datangnya bulan suci ini dibagikan pada siapa saja.

Hingga kini, persaudaraan sesama Muslim terikat dalam hangatnya ukhuwah. Tak ada sekat-sekat geografis. Seperti yang dibuktikan Muslim Indonesia untuk saudara-saudaranya di Palestine, Suriah, Rohingya dan berbagai belahan bumi lainnya.

Meski tak saling kenal. Bahkan mungkin tak akan pernah bertemu. Namun, buka puasa dan sahur dikirim dari negeri-negeri yang jauh untuk menghangatkan Ramadhan mereka. Sebuah ungkapan ketulusan, “Kalian tidak sendiri, Saudaraku.”

Di Mesir dan negara-negara Timur Tengah penyebutan buka bersama sebenarnya bukan ifthar jama’i seperti yang dikenal di Indonesia. Melainkan “Maidah ar-Rahman” yang secara bahasa artinya “hidangan Tuhan” atau “meja makan yang disajikan Tuhan”.

Para dermawan mendirikan tenda-tenda seukuran 10x25 m yang boleh dimasuki siapa saja untuk berbuka puasa.

Tak jarang satu tenda ini menyembelih 1 ekor sapi setiap harinya. Sehingga total dalam sebulan ada 30 ekor sapi yang disedekahkan untuk berbuka bersama. Itu belum termasuk makanan lainnya, yang biasanya berupa roti, sup dan salad.

Kalau di Indonesia aktivitas ifthar jama’i terkonsentrasi di masjid-masjid, tenda-tenda “Maidah ar-Rahman” ini bisa didirikan di mana saja. Di ujung jalan. Di dekat pasar. Atau di dekat kampus yang biasanya menjadi tempat tujuan para mahasiswa berbuka puasa gratis.

Setiap hari datang ke tenda untuk berbuka, tidak masalah. Tetap akan dilayani dengan baik. Pemandangan yang sama juga terlihat di masjid-masjid di Indonesia.

MasyaAllah. Indahnya Islam.

Di Indonesia, tercatat Masjid Istiqlal setiap hari menyediakan 2.500 porsi makanan. Di Masjid Agung Al-Azhar, sekitar 700 porsi disiapkan.

Belum lama viral di sosial media tentang iftar jama’i di Masjid Jogokariyan, Yogya, yang menghidangkan seribu piring buka puasa.

Hebatnya, hidangan buka puasa ini tidak menggunakan kemasan sekali pakai, dengan tujuan untuk mengurangi sampah. Ada ibu-ibu yang bertugas memasak. Menghidangkan. Dan mencuci piringnya!

Kini, tak lagi ta’jil ala kadarnya yang disajikan. Seperti zaman saya kecil dulu. Ada kesadaran bersama untuk menghadirkan buka puasa terbaik. Baik jenis makanan maupun cara menghidangkannya.

Seperti kemarin, Lambang bercerita kalau di masjid kompleks perumahan saya menerima donasi kurma-kurma Madjool Palestine terbaik berdus-dus untuk ifthar jama’i.

“Baru kemarin kamu menulis tentang kurma Madjool Palestine. Allah kirimkan ke masjid kompleks. Berdus-dus lagi,” katanya.

Allahu akbar!

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192.

Yuk, berbagi buka puasa!

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2LBIDGQ
May 13, 2019 at 04:57PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2LBIDGQ
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment