REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmu matematika memperoleh tempat terpandang dalam sejarah intelektual Islam. Secara historis, matematika disebut ulum riyadhiyah atau ta’limiyah (matematika pedagogik). Ilmu ini terdiri atas empat cabang utama, yaitu aritmetika, geometri, astronomi, dan musik. Dalam beberapa abad penyebaran Islam, terjadi perkembangan lebih lanjut.
Unsur lain masuk ke dalam ilmu matematika, yaitu aljabar, trigonometri, mekanika, dan optik. Menurut Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, subjek-subjek matematis dalam wujudnya menarik perhatian sejumlah ilmuwan besar. Mereka menghasilkan karya-karya matematika yang mengesankan.
Pencapaian ahli matematika di dunia Islam awal beragam sifatnya. Di bidang aritmetika lahir sejumlah terobosan. Misalnya, munculnya pecahan desimal terjadi sejak terbitnya karya ahli aritmetika dari Damaskus, Suriah, Abu al-Hasan al-Uqludisi dalam Kitab al-Fushul fi al-Hisab al-Hindi yang disusun pada 952-953 Masehi.
Pecahan ini kemudian dikenalkan kembali sebagai al-kusur a’syariyah bersamaan dengan pemunculan sistem nilai-tempat yang disatukan untuk bilangan bulat dan pecahan dalam karya ahli matematika Persia, Jamsyid bin Mas’ud al-Kasyi dalam karyanya Miftah al-Hisab. Karya itu disusun di Samarkand pada 1427 Masehi.
Walaupun karya al-Uqlidisi kurang berpengaruh, pujian diberikan kepadanya untuk pemakaian coretan sebagai tanda desimal juga perlakuan pertama yang berhasil terhadap akar pangkat tiga. Namun, kontribusi paling signifikan ilmu matematika dari dunia Islam bagi ilmu modern bukan pada bidang matematika yang sebenarnya.
Melainkan dari bidang optik. Di tangan umat Islam bidang ini menjadi revolusioner yang terjadi ketika masa keemasan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Tokoh yang berjasa adalah Ibnu Haitsam dengan karyanya Kitab al-Manazhir. Tujuh bukunya tentang optik diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Italia.
Buku Haitsam termasuk buku-buku ilmiah pertama yang dicetak dan sangat mempengaruhi karya-karya pemikir Latin, Renasains abad pertengahan, dan abad ke-17. Dalam perkembangannya, matematika di dunia Islam bukan hanya dimonopoli kaum laki-laki. Perempuan juga memainkan perannya di bidang ini.
Women's Contribution to Classical Islamic Civilisation: Science, Medicine and Politics, arikel yang ditulis Salim TS al-Hassani, profesor emeritus di University of Manchester, Inggris, menyatakan bahwa Sutayta al-Mahamli merupakan salah satu perempuan yang menguasai matematika.
Sutayta hidup di paruh kedua abad ke-10. Ia berasal dari keluarga terdidik di Baghdad, Irak. Ayahnya adalah seorang hakim bernama Abu Abdallah al-Hussein, yang juga menulis sejumlah buku, salah satunya Kitab fi al-fiqh, Salat al-'idayn. Ia memperoleh pujian dari sejarawan, seperti Ibnu al-Jawzi, Ibnu al-Khatib Baghdadi, dan Ibnu Kathir.
Sutayta tak sekadar menguasai satu bidang ilmu pengetahuan, tetapi sejumlah bidang. Ia memahami literatur, hadis, hukum, dan matematika. Dia jago dalam aritmatika dan perhitungan waris. Kedua cabang ilmu matematika itu berkembang sangat baik pada zamannya.
http://bit.ly/2vR2JST
May 13, 2019 at 03:30PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2vR2JST
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment