REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah menyelesaikan uji coba distribusi tertutup elpiji 3 kg. Diharapkan, pemerintah dapat segera mengimplementasikan distribusi tertutup agar penyaluran elpiji 3 kg dapat tepat sasaran dan menghemat pengeluaran APBN.
Namun, Anggota Komisi VII DPR, Kardaya Warnika, mengatakan, skema distribusi tertutup elpiji 3 kg sebaiknya tidak menjadi prioritas untuk saat ini. Ia mengatakan, distribusi elpiji 3 kg untuk saat ini sudah dijatah untuk masing-masing daerah sesuai tren kebutuhan.
Di sisi lain, Kardaya menyebut bahwa di beberapa tempat telah mensyaratkan administrasi khusus agar pembeli dapat memperoleh elpiji 3 kg. "Bukan saya tidak setuju, tapi ini belum prioritas. Toh, saat ini penjualan elpiji 3 kg sudah dibatasi," kata Kardaya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/5).
Kardaya mengatakan, penggunaan elpiji oleh masyarakat saat ini sebagai dampak dari konversi minyak tanah yang dahulu sangat membebani APBN karena besarnya subsidi. Kini, setelah masyarakat berpindah ke bahan bakar gas, Kardaya menilai agar lebih baik dibiarkan terlebih dahulu.
Persoalan mengenai kekhawatiran elpiji 3 kg dikonsumsi oleh keluarga mampu, dikatakan Kardaya, tidak terjadi secara masif. Sebab, distribusi dari mulai agen, pangkalan, hingga ke toko atau konsumen terbatas dan masyarakat sudah mulai sadar.
Kardaya menambahkan, sistem e-voucher ataupun rekam biometrik wajah dan jari masih terlalu rumit untuk diterapkan kepada masyarakat. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar. Dirinya meminta untuk tidak menetapkan kebijakan secara gegabah yang pada akhirnya justru hanya menambah pekerjaan. "Pelan-pelan saja. Jangan terlalu gegabah," ujarnya.
Ia menilai, pembenahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) masih jauh lebih penting untuk dibenahi penyalurannya. Terutama, untuk bahan bakar solar yang masih juga masih menggunakan subsidi dan dikonsumsi secara besar-besaran secara bebas.
"Benahi dulu BBM. Solar, Premium, baru terakhir elpiji. Sekarang Solar apa penjualannya dibatasi seperti elpiji? Tidak juga. Jadi untuk elpiji biarkan dulu saja seperti sekarang," ujarnya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, mengatakan, distribusi tertutup mendesak untuk diterapkan. Sebab, bahan baku gas elpiji yang digunakan saat ini masih diimpor dan belum memiliki substitusi dari dalam negeri.
Sementara, bahan bakar solar seperti yang diusulkan oleh DPR sudah mampu diproduksi di dalam negeri sehingga tidak memiliki beban yang besar dari segi pengeluaran. Selain itu, bahan bakar solar juga telah dapat disubstitusi dengan biodiesel 20 persen atau B20 yang secara bertahap terus dinaikkan hingga menjadi B100.
Fahmy menegaskan, agar distribusi tertutup elpiji 3 kg dapat direalisasikan, sangat dibutuhkan komitmen serius antar lembaga pemerintah dan PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN pemasok elpiji. Menurut Fahmy, koordinasi saat ini, khususnya antar lembaga pemerintah masih cukup berat. Terutama, antara Kementerian Sosial yang menangani dari sisi penerima dan Kementerian ESDM yang bertugas memastikan ketersediaan energi.
"Kemensos itu kan lembaga yang mengelola bantuan-bantuan sementara gas domain Kementerian ESDM dan Pertamina. Nah koordinasi ini yang sampai saat ini masih berat," ujarnya.
Fahmy menyarankan, agar distribusi tertutup elpiji 3 kg diintegrasikan dengan program Bantuan Sosial (Bansos) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Dengan begitu, masyarakat penerima dapat merasa lebih mudah ketika ingin membeli elpiji 3 kg. Fahmy mendorong agar distribusi tertutup elpiji 3 kg segera diimplementasikan.
http://bit.ly/2W4R9mA
May 26, 2019 at 07:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2W4R9mA
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment