REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara penetapan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) sebagai tersangka dalam dua perkara sekaligus. Yaitu, tindak pidana korupsi terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dan penerimaan gratifikasi.
"Pada Maret 2017, ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai. Pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2 persen," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/5).
Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Kemudian, lanjut Syarif, pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 22 miliar.
"Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan," ucap Syarif.
Masih pada bulan yang sama, kata dia, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. "Beberapa bidang yang dlajukan antara lain rumah sakit rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan," kata Syarif.
Kemudian, tersangka Zulkifli kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai. "Yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp 20 miliar dan pembangunan jalan sebesar Rp 19 miliar," ujar Syarif.
Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zulkifli memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai. "Penyerahan uang setara dengan Rp 550 juta dalam bentuk dolar AS, dolar Singapura, dan rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada November 2017 dan Januari 2018," papar Syarif.
Sedangkan untuk perkara kedua, tersangka Zulkifli duduga menerima gratifikasi baik berupa uang dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
"Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Dlrektorat Gratifikasi KPK sebagaimana dnatur di Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Syarif.
Pada Jumat pekan lalu, penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait proyek dan anggaran, setelah menggeledah rumah dan kantor Zulkifli, di Kota Dumai, Riau. Penggeledahan diketahui terkait penyidikan kasus suap terkait Dana Alokasi Khusus di sembilan kabupaten.
"Kami konfirmasi benar ada tim KPK yang ditugaskan ke Dumai hari ini melakukan penggeledahan di dua tempat, yaitu rumah dan kantor Wali Kota Dumai. Dari lokasi tersebut disita sejumlah dokumen terkait proyek dan anggaran," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat (27/4).
Namun, Febri belum menginformasikan lebih lanjut terkait perkara dan siapa tersangka terkait penggeledahan di Dumai tersebut. "Untuk informasi perkara dan tersangkanya, akan disampaikan pada saat konferensi pers secara resmi setelah beberapa kegiatan awal dari tim lakukan," ujar Febri.
Sebelumnya, Zulkiflipernah dipanggil KPK pada 7 Agustus 2018 sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo, dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Yaya telah divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 1 bulan dan 15 hari kurungan, setelah dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) di sembilan kabupaten. Yaya terbukti dalam dua dakwaan, yaitu dakwaan pertama Yaya terbukti menerima suap Rp 300 juta dari bagian Rp 3,1 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Taufik Rahman yang diperuntukkan anggota Fraksi Partai Demokrat Amin Santono dalam pengurusan DAK dan DID.
Dalam dakwaan kedua, Yaya Purnomo dan pegawai Kemenkeu Rifa Surya menerima gratifikasi uang sejumlah Rp 6,529 miliar, 55 ribu dolar AS dan 325 ribu dolar Singapura karena mengurus DAK dan DID di sembilan kabupaten, salah satunya pengurusan DAK APBN 2017, APBN Perubahan 2017 dan APBN 2018 Kota Dumai. Yaya dan Rifa meminta fee sebesar 2 persen dari anggaran dan disetujui Zulkifli. Kota Dumai memperoleh DAK Bidang Rumah Sakit sebesar Rp 20 miliar.
http://bit.ly/2GYeRI2
May 03, 2019 at 07:03PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GYeRI2
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment