REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ''In every generation and among every nation, there are a few individuals with the desire to study the workings of nature; if they did not exist, those nations would perish."
Adalah Abu 'Utsman' Amr bin Bakar al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri, yang lebih dikenal sebagai Al Jahiz, yang menulis kalimat itu dalam karya fenomenalnya, Book of Animal.
Meski lahir dari keluarga sederhana, bahkan bisa dibilang miskin, Al Jahiz adalah orang yang beruntung karena hidup pada salah satu babak paling menarik dari sejarah intelektual manusia. Yaitu, periode transmisi ilmu Yunani ke Arab dan perkembangan sastra prosa Arab. Al Jahiz terlibat erat dalam kedua periode ini.
Lahir pada 776, Al Jahiz dibesarkan di Basra, Irak. Kota ini merupakan salah satu pusat intelektual utama di dunia Islam, bersaing dengan Kufah. Pada masa itu, Kekhilafahan Abbasiyah berada dalam masa keemasan. Kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan berkembang begitu pesat. Buku-buku, perpustakaan, mudah ditemukan di wilayah kekhilafahan yang memudahkan para pelajar mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
Di Basra, Al Jahiz menjalani pendidikan. Ia menimba ilmu di bawah bimbingan beberapa ulama Islam terkemuka. Selain dibimbing oleh para ulama terkemuka, Al Jahiz juga beruntung karena hidup di era perkembangan pesat intelektual, yang salah satunya ditandai oleh kemudahan akses terhadap buku. Perubahan sarana menulis dari perkamen ke kertas telah memunculkan revolusi intelektual.
Untuk pertama kali sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi, muncul gelombang masyarakat terdidik di kota-kota Kekhalifahan Islam. Tak hanya dari masyarakat kelas atas, orang-orang terdidik itu juga lahir dari kalangan sederhana, termasuk Al Jahiz.
Meski dari kalangan sederhana, orang tua Al Jahiz sangat mementingkan pendidikan. Berkat merekalah, Al Jahiz mampu membaca dan menulis pada usia dini. Suatu kali, Al Jahiz bercerita bagaimana ibunya menunjukkan buku-buku kepadanya sembari mengatakan bahwa dengan cara itulah nantinya ia (Al Jahiz) akan mencari nafkah.
Pada usia menjelang dewasa, yakni 20 tahun, Al Jahiz telah bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Ia menjual ikan di sepanjang kanal Basra. Kondisi serbakekurangan tidak menghambat Al Jahiz untuk terus mencari ilmu. Ia, misalnya, secara rutin berkumpul dan berdiskusi dengan para pemuda di masjid utama Kota Basra. Dalam diskusi itu, mereka membahas dan mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Secara keseluruhan, Al Jahiz menempuh pendidikan selama 25 tahun. Dalam waktu seperempat abad itu, banyak ilmu pengetahuan ia pelajari dan kuasai, mulai dari filologi Arab, leksikografi, sastra, sejarah, ilmu Alquran dan Hadis, serta tentu saja zoologi. Al Jahiz juga banyak membaca buku-buku terjemahan hasil karya bangsa Yunani.
http://bit.ly/2VXuW54
May 28, 2019 at 07:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VXuW54
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment