REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat mengembangkan teknologi layanan keuangan berbasis digital. Langkah ini diperlukan menghadapi persaingan bisnis dengan bank umum sekaligus pembenahan pada sistem layanan nasabah BPR.
Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani mengatakan sebelum teknologi berkembang pesat seperti saat ini, banyak BPR yang mengandalkan hubungan baik dan cara pendekatan personal dalam menggaet nasabah. Meski cara tersebut masih relevan hingga kini, BPR pun harus mengandalkan teknologi.
"Harus diimbangi dengan penggunaan teknologi yang memadai. Harus ada inovasi dan harus mulai sadar akan teknologi informasi,” ujarnya saat acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta di Four Points Bandung, Jumat (3/5).
Aya mengatakan perkembangan teknologi yang sedemikian cepat, nasabah pun menuntut layanan yang lebih cepat dan bisa diakses kapan saja. Salah satunya dengan menggandeng beberapa financial technology (fintech).
Fintech memberikan pelayanan yang cepat dan mudah. Apalagi, masyarakat kini lebih banyak menggunakan smartphone-nya. "BPR mau tidak mau menghadapi tantangan luar biasa dengan perkembangan teknologi informasi ini," ucapnya.
Dia mengatakan untuk bisa bersaing, BPR mesti bisa mengadopsi teknologi serta pelayanan. Meski begitu, adopsi ini butuh biaya mahal.
"Sekarang masyarakat bisa menggunakan handpone internet sehingga menuntut layanan lebih cepat. Semua langsung bisa dipegang dengan handpone bisa melakukan transaksi. Pola belanja berubah e-commerce,” ungkapnya.
Di samping itu, tantangan selanjutnya adalah masalah persaingan dengan lembaga keuangan lainnya. Menurut dia, adanya ketentuan Bank Umum untuk penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi irisan pasar dengan BPR.
"Selanjutnya Kredit Usaha Rakat (KUR) beririsan dengan pasarnya BPR. Ada program seperti lembaga pemerintah CSR atau BUMN memberikan kredit UMKM jadi pesaing BPR. Kondisi ini dan teknonologi jadi tantangan BPR bagaimana mereka tetap tumbuh memberikan layanan di tengah persaingan ketat saat ini," ucapnya.
Kendati demikian, OJK meyakini BPR akan mampu bersaing dengan industri fintech. Apalagi dari penerapan suku bunga, BPR terbilang lebih rendah dibandingkan dengan fintech yang artinya masyarakat bisa menikmati dana lebih murah.
"Fintech ini jadi persaingan bagi BPR. Tapi kan fintech kalau kita lihat suku bunganya tinggi 2 persen sampai 3 persen per bulan. Lebih tinggi dibandingkan dengan BPR yang mengacu pada Lembaga Pinjaman Simpanan (LPS) 9,5 persen,” jelasnya.
Namun guna bisa bersaing dengan fintech, pihaknya meminta BPR menerapkan standar teknologi informasi dengan maksimal. BPR harus memiliki kanal-kanal yang memberikan pelayanan lebih baik kepada nasabah sejalan fintech yang menjalankan operasionalnya.
"Sehingga mereka (BPR) juga bisa menjangkau nasabah-nasabahnya dengan menggunakan teknologi informasi. Tentu harapannya suku bunga (BPR) juga lebih rendah dari fintech," ucapnya.
Apabila BPR tertarik bekerja sama dengan fintech, lanjut Aya, maka OJK harus melihat secara cermat mengenai penerapan prudensial dan implementasi kehati-hatian. Jangan sampai kerja sama yang terjadi antara BPR dengan fintech justru menghasilkan hal-hal negatif yang merusak bisnis.
http://bit.ly/2JdsJiY
May 03, 2019 at 06:17PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2JdsJiY
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment