REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tradisi arsitektur lansekap Islam adalah sesuatu yang ingin diwujudkan oleh para perancang taman ini. Hal itu tampak dari desain dan pilihan tetumbuhan hijaunya.
etika proyek pembuatan taman ini tuntas, kota tua Kairo yang sempar tertidur ratusan tahun, tiba-tiba seperti hidup kembali. Guratan-guratan khas kota tua itu terlihat dari area kebun, barisan tempat duduk yang teduh, serta lengkungan khas Fatimiyah di salah satu sisi taman.
Jika diamati, ada pula elemen-elemen bernuansa Parsi dan Dinasti Timurid, semisal desain saluran air dan air mancurnya. Sungai Nil, simbol abadi dari Mesir dan Kairo, juga dihadirkan dalam bentuk lain. Aliran miniatur Nil inilah yang menjadi suplai bagi isi air kolam di taman.
Tanam-tanaman yang mengisi taman ini dipilih secara selektif, yakni disesuaikan dengan lansekap dan kualitas kesuburan tanah. Proses ini kabarnya harus melewati serangkaian pengujian yang dilakukan di American University di Kairo.
Pada 2005, taman ini diresmikan dan terbuka untuk khalayak. Menyelami taman ini, pe ngunjung akan diingatkan pada taman-taman bersejarah di masa kejayaan Islam. Ada kebun berundak-undak, kolam, air mancur, dan kemolekan warna-warni batu mamluk yang menegaskan betapa indahnya taman-taman di masa kejayaan Islam.
Di sisi yang lain, tepatnya di dekat gerbang utama, taman ini juga menghadirkan deretan kafe. Tak sekadar tempat makan dan minum, kafe-kafe itu juga ditata apik dengan bangunan kafe yang cantik. Semua serba indah dan sedap dipandang. Maka, tak salah jika Taman al-Azhar menjadi salah satu ikon Kairo, juga salah satu taman termolek di dunia.
http://bit.ly/2WdvE2g
May 22, 2019 at 05:17PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2WdvE2g
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment