Monday, May 6, 2019

Usai Diperiksa KPK, Sofyan: Karyawan-Karyawati PLN Aman Ya

Sofyan Basir hari ini diperiksa sebagai tersangka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK belum menahan Direktur Utama PT PLN non-aktif Sofyan Basir seusai diperiksa pertama kalinya sebagai tersangka dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. Pada hari ini, Sofyan diperiksa penyidik selama kurang lebih tujuh jam.

"Nah yang pasti selamat berbuka puasa dulu, selamat hari perayaan Ramadhan, masyarakat aman listriknya, karyawan-karyawati PLN aman ya semua berjalan dengan baik. Ini bulan suci Ramadhan baru saja selesai pemeriksaan," kata Sofyan Basir di gedung KPK Jakarta, Senin (6/5).

Sofyan mengaku dicecar 15 pertanyaan. "Baru pemeriksaan awal, ada 15 pertanyaan yang diajukan dan seperti biasa, standar saja masih identitas, kemudian ditanya tupoksi (tugas pokok fungsi) sebagai dirut, kemudian mengenai penandatanganan kontrak yang kemarin, jadi sedikit masalah di Riau- 1, yang lain belum ada," kata penasihat hukum Sofyan yang mendampingi pemeriksaan kliennya, Susilo Aribowo.

Sofyan mengaku ia belum ditanya mengenai penunjukan perusahaan tertentu untuk mengerjakan PLTU Riau-1. Ia mengaku akan menghormati proses hukum di KPK dan berlaku kooperatif.

"Ya karena proses hukum kita harus hormati, kita harus jalankan dengan baik, KPK profesional, ikuti saja," ungkap Sofyan.

Sofyan Basir diumumkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4). Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp 12,8 triliun.

KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan. Terkait perkara ini, sudah ada tiga orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2Lpkbs2
May 06, 2019 at 06:38PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Lpkbs2
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment