Monday, November 26, 2018

Laporan Rahasia Militer Australia dalam Perang Irak Dibuka

Militer Australia mengalami masalah logistik selama bertugas di Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Sebuah laporan rahasia militer Australia mengenai keterlibatan mereka dalam perang Irak 15 tahun lalu kini dibuka untuk umum. Pasukan negara itu tenyata mengalami banyak masalah logistik selama bertugas di sana.

Laporan yang diperoleh ABC tersebut menyebutkan pasukan Australia di lapangan seringkali tidak dilengkapi peralatan tempur yang memadai. Selain itu, komandan militer Australia sering kesulitan mendapatkan personel yang diperlukan. Dokumen setebal 156 halaman itu juga menyebut program vaksinasi untuk anggota pasukan dilaksanakan secara buruk.

Laporan yang disusun oleh Albert Palazzo dari Land Warfare Studies Centre Angkatan Darat Australia pada 2008 ini dideklasifikasi mulai Senin (26/11).

Satuan elit Angkatan Laut bernama Clearance Diving Team 3 mendapatkan dukungan logistik terburuk, dan anggota pasukannya mendapat perlakuan "kelas dua". Pengamat militer Profesor Clinton Fernandes dari Universitas New South Wales menyebutkan personel Angkatan Bersenjata Australia (ADF) diam-diam dikirim ke markas besar CENTCOM di Florida, AS, pada 2002 untuk merencanakan Perang Irak, setahun sebelum PM John Howard saat itu mengumumkan keterlibatan Australia.

"Dokumen ini menunjukkan Pemerintahan Howard telah memutuskan bergabung dengan Amerika Serikat dalam operasi apa pun di Irak sejak awal 2002," katanya.

"Namun hal ini tidak dapat diakui kepada publik atau bahkan kepada ADF pada umumnya," kata Prof Fernandes.

"Jadi hanya beberapa orang dalam bagian perencanaan yang sangat terbatas diberitahu mengenai hal itu," ujarnya.

"Mereka harus menyusun rencana, terpisah dari bagian pertahanan lainnya, sehingga mengakibatkan banyaknya masalah logistik yang dihadapi," ujarnya.

Satuan tempur tanpa alat kamuflase

Laporan menyebutkan pengiriman pasukan dan peralatan Australia ke Timur Tengah terbukti sulit karena kurangnya kemampuan transportasi strategis Angkatan Udara (RAAF). Selain itu, pemerintah juga tidak memberikan indikasi jelas tentang niat dan jadwal pengiriman pasukan ke pihak ADF.

"Dengan kegagalan mengumumkan keikutsertaan negara ini secara tepat waktu, Pemerintahan Howard berhasil menyudutkan dirinya sendiri, dan pada saat bersamaan menyerahkan salah keputusan strategisnya ke pihak Amerika Serikat," kata Dr Palazzo dalam laporannya.

Laporan itu mengungkapkan para komandan militer mengalami masalah dalam mendapatkan pasukan yang mereka inginkan, seringkali karena tak memiliki paspor dan visa. Dr Palazzo menjelaskan persiapan pasukan tidak konsisten dan satuan-satuan diterjunkan dengan kualitas peralatan yang berbeda.

"Skuadron Ekspedisi Dukungan Tempur dikerahkan tanpa perlengkapan utama pasukan termasuk peralatan perlindungan individu, pelindung tubuh dan pakaian kamuflase," kata laporan itu.

Regu penyelam tanpa pakaian ganti

Dr Palazzo menyebut satuan elit AL, Clearance Diving Team 3, merupakan satuan dengan dukungan logistik paling buruk selama penugasan dalam Perang Irak. Laporan itu menyebut para penyelam AL ini segera mendapatkan kesan bahwa mereka "warga kelas dua" dalam hal logistik.

Sebagian besar perlakuan buruk ini dituding dilakukan oleh kontraktor militer swasta yang menangani kliennya dengan mendahulukan keuntungan. "Selama tiga bulan mereka di Irak, para penyelam tidak menerima pakaian ganti," kata laporan itu.

"Mereka diterjunkan dengan tiga set kamuflase dan mengggunakannya selama di sana. Tidak ada fasilitas cuci baju di lokasi mereka di Irak," katanya.

Dokumen itu juga menyoroti program vaksinasi untuk melindungi personel Australia dari serangan senjata biologis. Kabar vaksinasi ini, katanya, menimbulkan kegelisahan bagi sebagian besar pasukan militer yang menunggu penugasan atau sudah berada di Irak.

Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2FBUJg6
November 26, 2018 at 03:26PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2FBUJg6
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment