REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM), Thomas Lembong menyampaikan investasi pada 2018 tumbuh lebih lambat daripada 2017. Meski demikian, investasi masih tetap tumbuh dan akan meningkat cukup besar pada 2019.
"Memang realisasi investasi pada 2018 cukup mengecewakan, jadi pertumbuhan investasi melambat, dari diatas 10 persen pada 2017 menjadi hanya sedikit diatas persen di 2018," kata dia pascaacara Outlook Investasi dan Ekonomi 2019, di Gedung BKPM, Jakarta, Rabu (6/2).
Hari ini Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,17 persen. Limbong mengatakan perlambatan investasi ini tentunya jadi salah satu faktor yang menyebabkan ekonomi secara total di bawah keinginan dan target pemerintah.
Meski demikian, ia optimis tahun 2019 karena sudah ada tanda-tanda rebound. Mulai muncul pembicaraan dan dialog dengan para investor besar yang ingin menancapkan investasinya di tanah air. Menurut Limbong, investor semakin nyaman karena badai sudah lewat.
"Ada optimisme yang semakin kuat mengenai pemilu yang aman dan tertib dan juga jurus kebijakan pemerintah yang pragmatis dan reformis, jadi sudah kelihatan tanda-tanda awal investasi akan recover di 2019," kata dia.
Menurut Lembong, beberapa bulan ini juga ada beberapa groundbreaking pabrik-pabrik bernilai triliunan rupiah. Seperti di Banten, Jabodetabek, Jawa Barat. Sejumlah proyek industri besar juga sudah pasti masuk tanah air.
Selain itu, arus modal ekonomi digital juga terus jalan. Para unicorn seperti Tokopedia, Bukalapak, Gojek, Grab menerima investasi dari jumlah sangat besar. Menurutnya itu juga membantu angka realisasi investasi secara total.
Awalnya muncul sedikit masalah karena modal asing dilarang masuk sektor UMKM atau perusahaan dengan modal dibawah Rp 10 miliar. Namun kini unicorn sudah jadi raksasa digital sehingga semakin banyak modal yang mengalir maka akan semakin baik.
"Karena perusahaan juga harus secepat mungkin berekspansi mencapai skala ekonomi yang besar, harus naik kelas jadi pemain dunia, karena ekonomi digital persaingannya sudah regional dan internasional," kata dia.
Sehingga tidak ada hal yang negatif ketika semakin banyak modal masuk untuk perusahaan digital. Apalagi pemainnya lokal dan masih muda. Sejauh ini Lembong melihat dampaknya sangat positif. Sebagai ganti, memang ada industri lama yang akan terdisrupsi karena bisnis model baru.
Setelah ada pergeseran pola konsumsi pasti ada pemain lama yang dirugikan. Namun secara makro dan dari sisi konsumen, manfaat untuk konsumen luar biasa. Dari segi lapangan kerja juga ekonomi digital maka akan menciptakan jauh lebih banyak lapangan kerja baru.
http://bit.ly/2GcWuA4
February 06, 2019 at 05:35PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GcWuA4
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment