REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 3 Mei 711 M, Thariq bin Ziyad membawa 7.000 tentaranya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar, diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu, ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.
Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?”
“Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.
Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”
Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100 ribu tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya 5.000 orang. Sehingga, total pasukan Thariq hanya 12 ribu orang.
Pada 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan Muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick menyebarkan kabar bahwa pasukan Muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.
Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya, barisan tentara Roderick kacau-balau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya, ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.
Setahun kemudian, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10 ribu pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan, ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara, Thariq membagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibu kota Spanyol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.
Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu, mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Prancis. Hanya dalam waktu dua tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian, Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan al-Gharb (Barat).
Setelah itu, Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari manapun yang bisa menghadapi mereka. Namun, niat itu tidak terealisasi karena Khalifah al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus.
Thariq pulang terlebih dahulu, sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol. Setelah bertemu khalifah, Thariq sakit dan menghembuskan napas terakhirnya. Ia telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai Muslim putra asli Afrika Utara yang menaklukkan daratan Eropa.
http://bit.ly/2IlzwaG
April 15, 2019 at 05:47PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2IlzwaG
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment