REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO--Kaisar Jepang Naruhito mewariskan pusaka yang berupa pedang dan perhiasan yang menandai kekuasaannya. Dalam pidato pertamanya sebagai seorang kaisar, Naruhito berjanji untuk mengikuti apa yang sudah dilakukan ayahnya Akihito untuk menjaga perdamaian dan memberbagi kebahagiaan dan duka cita dengan rakyatnya.
Naruhito, kaisar Jepang pertama yang pernah belajar di luar negeri. Ia juga kaisar pertama yang lahir setelah Perang Dunia II. Ia resmi dinobatkan sebagai kaisar pada tengah malam setelah Akihito menyerahkan takhtanya.
"Ketika saya berpikir tentang tanggung jawab penting yang saya tanggung, saya akan memenuhinya dengan kesungguhan," kata Naruhito, Rabut (1/5).
Ia berjanji untuk mematuhi konstitusi yang melepaskan kekuasaan politik kaisar. Naruhito juga mengatakan akan memenuhi tugasnya sebagai simbol negara dan selalu berpihak pada rakyat.
"Saya berdoa untuk kebahagiaan rakyat dan pembangunan negara yang lebih lanjut juga untuk perdamaian dunia," katanya.
Naruhito dinilai sebagai generasi baru kaisar Jepang. Pandangannya ditempa oleh pilihan orang tuanya yang menentang tradisi. Kaisar Emeritus Akihito menjalani pengabdiannya selama tiga puluhan tahun berjuang melepaskan diri dari bayang-bayang ayahnya.
Akihito lebih dekat dengan rakyat sementara istrinya Machiko berasal dari kalangan rakyat biasa yang dididik secara Katholik. Keduanya dekat dengan rakyat Jepang terutama difabel, orang yang mendapat diskriminasi dan korban bencana alam.
Dalam acara penobatan Naruhito itu Permaisuri Masako dan Putri Aiko tidak diperkenankan hadiri. Upacaya penyerahan dua pusaka Kekaisaran Jepang itu hanya boleh disaksikan laki-laki dewasa. Hanya adik Naruhito yakni Putra Mahkota Pangeran Fumihito dan pamannya, Pangeran Hitachi anggota keluarga kekaisaran yang diizinkan menyaksikan upacara tersebut.
Sementara itu tamu mereka menteri perempuan dalam Kabinet Perdana Menteri Shinzo Abe diizinkan hadiri. Karena Undang-undang Kekaisaran tidak mengatur jenis kelamin rakyat biasa yang menghadiri upacara tersebut.
Larangan perempuan untuk menghadiri upacara-upacara semacam itu membuat keluarga kekaisaran menghadapi masa depan yang tidak pasti. Karena saat ini artinya mereka hanya memiliki dua calon pewaris Kekaisaran. Fumihito dan putranya Pangeran Hisahito yang masih berusia 12 tahun.
Rakyat Jepang merayakan pergantian rezim tersebut. Banyak orang yang berdiri di luar Istana Kekaisaran jepang untuk mengenang era Akihito, yang lainnya berkumpul dalam event-event yang digelar untuk merayakan pergantian kekuasaan. Sementara itu lebih banyak lagi yang datang untuk merayakan awal rezim Naruhito.
Puluhan pasangan mengantre di kantor pemerintahan untuk menyerahkan dokumen pernikahan. Mereka ingin menikah di hari yang sama saat dimulainya era Kaisar Naruhito yang dikenal dengan era Reiwa atau 'harmoni yang cantik'.
Natsumi Nishimura dan Keigo Mori salah satu dari puluhan pasangan yang mengantri di kantor pemerintahan di Tokyo. Mereka ingin menikah di hari yang sama dengan dimulai era Reiwa.
"Kesempatan seperti ini tidak sering terjadi jadi kami pikir ini hari yang tidak akan pernah kami lupakan," kata Nishimura.
http://bit.ly/2PHdiAN
May 01, 2019 at 07:20PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2PHdiAN
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment