REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianti menilai, perkembangan demokrasi Indonesia mengalami bentuk pengkerdilan. Prabowo menyebut jika ada orang yang menggunakan hak kebebasan untuk berekspresi dan menyampaikan opini di media sosial (medsos) justru di buru dan dihukum.
"Ini adalah sebuah pelanggaran yang mencolok dan menyedihkan dalam hak-hak dasar warga negara," kata Prabowo, Jakarta, Rabu (21/11).
Prabowo juga menyebut, beberapa ulama di Indonesia tidak diberikan izin untuk memberikan ceramahnya karena dianggap sebagai ekstrimis. Prabowo melanjutkan, bahkan dirinya fitnah dan dituduh sebagai orang yang mendukung gerakan ISIS dan akan membentuk pemerintahan khilafah yang keluar dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
"Kami memiliki ulama yang tidak diizinkan memberikan orasinya karena dicap sebagai ekstrimis. Saya sendiri telah diberi label sebagai pendukung ISIS yang berjuang untuk kekhalifahan," ujarnya.
Lanjut Prabowo, jenis tuduhan seperti ini betul-betul bertentangan dengan kenyataan yang ada. Padahal dirinya. memimpin partai yang multiras (Partai Gerindra), dan membela Pancasila, semua ras dan semua agama. Oleh karena itu, dia mengaku sangat khawatir.
Selain itu, Prabowo juga mengkritik terkait keberadaan data pemilih tambahan sebanyak 31 juta jiwa dari Kemendagri namun data tersebut tidak dapat dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Sekarang ada kontroversi dalam pemilihan umum karena ada sekitar 31 juta nama yang tidak bisa dibuka. Bahkan 1 juta nama yang tidak terhitung saja sebetulnya merupakan pelanggaran, ini merupakan penghinaan terhadap demokrasi yang nyata," keluhnya.
https://ift.tt/2FCrPN4
November 22, 2018 at 07:01PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2FCrPN4
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment