REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski berhasil mencatatkan kinerja yang positif dengan kenaikan sebesar 0,5 persen ke posisi 6.194,49 pada penutupan perdagangan tahun 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi sebanyak 2,54 persen sepanjang tahun 2018. Posisi IHSG ini juga masih lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan tahun 2017 yang berada di posisi 6.355.
Kendati begitu, kinerja pasar modal Indonesia tercatat merupakan kedua terbaik di antara negara-negara Asia, setelah India yang mengalami kinerja positif. Sementara di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia mencatat kinerja terbaik pertama meskipun semua bursa saham ditutup negatif. Adapun posisi selanjutnya Malaysia (-5,91), Vietnam (-9,32), Singapura (-9,82) dan Thailand (-10,82).
Sejumlah sentimen akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan IHSG di tahun 2019. Yang menjadi sentimen utama dalam ekonomi global yakni keputusan The Fed yang telah menaikan suku bunga acuannya dan adanya perang dagang antara AS dan Tiongkok. Selain itu, berbagai komentar maupun cicitan Twitter Presiden Trump dalam menanggapi pemerintahan maupun kondisi ekonomi AS juga turut mempengaruhi pasar saham. Sentimen global lainnya juga berasal dari kondisi di Uni Eropa.
Fluktuasi harga komoditas global yang juga turut mempengaruhi pergerakan harga komoditas di dalam negeri. Sejumlah emiten yang bergerak di bidang komoditas terdampak dan pada akhirnya mempengaruhi pergerakan harga sahamnya.
Imbas dari ekonomi global tersebut mengakibatkan pelemahan rupiah. Kemudian, rilis negatif defisit neraca pembayaran dan perdagangan. Meningkatnya harga komoditas juga berdampak pada defisit neraca perdagangan.
Sementara itu, beberapa sentimen positif dari pemerintah tidak banyak memberikan dorongan untuk kinerja IHSG. Defisit APBN 2018 hingga akhir November sebesar Rp 287,9 triliun, atau lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 sebesar Rp 349,6 triliun. Sedangkan realisasi defisit anggaran yakni 1,89 persen terhadap PDB yang lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 2,59 persen.
"Adanya sentimen positif dari rendahnya defisit tersebut tampaknya tidak banyak mempengaruhi laju IHSG yang cenderung mengalami pelemahan karena diimbangi oleh sentimen global dan adanya berbagai komentar negatif terkait defisit tersebut karena ketidakpahaman dalam memahami postur dan struktur APBN," ujar Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada dalam hasil risetnya yang dikutip Selasa (1/1).
Kemudian, upaya Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah akibat imbas dari kondisi global dan persepsi negatif terhadap kondisi makroekonomi Indonesia telah menguras cadangan devisa.
Rilis posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2018 yang tercatat sebesar 117,2 miliar dolar AS, atau meningkat 2 miliar dolar AS dibandingkan cadangan devisa pada akhir Oktober 2018 tidak direspons positif. Hal ini karena secara yoy masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
"Dengan adanya persepsi tersebut tentunya turut berimbas pada terjadinya aksi jual di pasar saham," kata Reza.
http://bit.ly/2LG7MfQ
January 01, 2019 at 04:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2LG7MfQ
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment