REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut adanya kemungkinan pemberlakuan jalan tol untuk kendaraan roda dua. Secara regulasi, kata Basuki, penggunaan jalan tol untuk roda dua memungkinkan. Namun, wacana ini memunculkan pro dan kontra.
"PP (peraturan pemerintah)-nya secara regulasi sudah oke, kaya Suramadu, Suramadu juga ada roda dua, Bali Mandara juga ada roda dua. Jadi secara regulasi iya memungkinkan," kata Basuki di Kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (29/1).
Basuki pun menyatakan, penyediaan jalan tol untuk roda dua seharusnya tidak khusus untuk jalan tol tertentu. Bahkan, kata dia, Tol dalam kota di Jakarta bisa saja dipergunakan untuk roda dua. "Kalau PP nya iya bisa untuk semua tol, aturan kan tidak diskriminatif, tidak cuma tol Suramadu, Bali kalau ada di PP berarti semua bisa," ucap Basuki.
Peraturan Pemerintah PP Nomor 44 Tahun 2009, yang merevisi Pasal 38 PP Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, pada Pasal 1a disebutkan bahwa jalan tol bisa dilengkapi jalur khusus untuk kendaraan bermotor roda dua. Dengan catatan, jalur harus terpisah secara fisik dengan jalur kendaraan roda empat atau lebih.
Kendati demikian, menurut Basuki, pemerintah tetap harus melakukan pengkajian mendalam terkait penyediaan jalan tol untuk roda dua. Salah satu aspek pengkajian ini didasari bahwa pengendara motor diharapkan beristirahat dalam jarak tempuh sekitar 30 kilometer.
Sehingga, secara teknis, dalam penggunaan tol untuk roda dua masih harus dipertimbangkan secara teknis dan keamanan. "Ini lagi dikaji secara teknis. Masalahnya hanya, secara aman, berapa lama orang bisa mengendarai motor," ujar dia.
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Refdi Andri menyebut bahwa pelintasan sepeda motor roda dua di jalan tol dimungkinkan. Hal tersebut diakui Refdi sudah diatur oleh undang - undang.
Refdi menjelaskan, sepeda motor dapat melewati tol bila ruas untuk sepeda motor tersebut terpisah secara dengan ruas lainnya. Korps Lalu Lintas Polri pun perlu melakukan kajuan mendalam dalam wacana tersebut, misalnya dari aspek keselamatan dan keamanan.
"Kalau terpisah dan lalu lintas lancar, sah saja. Mungkin ada pengaturan kecepatan, dan dari sisi kendaraan layak jalan," ujar Refdi saat dihubungi, Kamis (31/1).
Peraturan Pemerintah PP Nomor 44 Tahun 2009, yang merevisi Pasal 38 PP Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol, pada Pasal 1a disebutkan bahwa jalan tol bisa dilengkapi jalur khusus untuk kendaraan bermotor roda dua. Dengan catatan, jalur harus terpisah secara fisik dengan jalur kendaraan roda empat atau lebih.
Namun, untuk realisasi wacana tol untuk sepeda motor itu, menurut Refdi saat ini belum ada ruas khusus untuk sepeda motor di mayoritas jalan tol di Indonesia. Menurut dia saat ini ruas tol yang tersedia di tol-tol Indonesia sudah penuh. "Kalau ruas sekarang volumenya udah full banget," ujarnya.
Kendati demikian, Refdi memastikan, Korlantas pun akan siap melakukan kajian bersama pemangku kebijakan lainnya dalam kaitan penyediaan rias tol intuk kendaraan roda dua. "Prinsipnya begini saja. Guna kepetingan masyarakat, semuanya pasti jadi baik. Apapun yang kita lakukan untuk kepentingan masyarakat," kata Jenderal Bintang Dua itu.
Sementara, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, harus ada keinginan politik dari pemerintah untuk mewujudkan wacana yang diusulkannya itu. “Ini adalah bentuk kepedulian pemerintah dan masyarakat yang belum mampu memiliki mobil tapi hanya mampu memiliki motor itu pun mungkin sebagian besar kredit, jadi harus ada keberpihaka dari pemerintah bagi pemakai motor menggunakan jalan dan menikmati hasil pembangunan negaranya," ujar Bamsoet.
Ada sejumlah urgensi yang ditekankan Bamsoet dalam wacana penggunaan tol untuk roda dua ini. Dari aspek arus lalu lintas, kata dja, penggunaan jalan tol bagi motor dianggap bisa mengurangi kepadatan arus lalu lintas.
Selain itu, menurut Bamsoet, dari segi keselamatan, jalan tol untuk sepeda motor dinilainya juga aman. Ia mewacanakan ruas selebar 2,5 meter dengan pembatas. Luas tersebut kata Bamsoet meminkmalisasi kemungkinan pemotor untuk kebut-kebutan.
Bamsoet mencontohkan, penggunaaan Jalan Tol untuk roda dua ini sudah terbukti di Jembatan Suramadu dan Bali Mandara. Lebih lanjut Politikus Golkar ini menyerahkan pada pemerintah terkait kapan pelaksanaan jalan tol untuk motor ini. Bamsoet menegaskan, penyediaan jalan tol untuk motor dimungkinkan secara regulasi.
Tak direkomendasikan
Usulan kendaraan roda dua atau motor masuk ke dalam jalan tol tak direkomendasikan oleh Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Aully Grashinta. Terlebih, jalan tol yang akan dipergunakan untuk motor adalah jalan tol jarak jauh.
“Apalagi jarak jauh (tak direkomendasikan). Faktor penyebab kecelakaan yang banyak terjadi pada roda dua adalah adanya kelelahan yang menyebabkan turunnya konsentrasi,” kata Aully, Rabu (30/1).
Baca juga: Habib Muhsin Benarkan Maklumat dari Habib Rizieq Soal PBB
Baca juga: Din Minta Polemik Pernyataan Said Aqil Dihentikan
Menurutnya, dikhawatirkan ketika pengendara masuk tol jarak jauh akan mengalami kelelahan. Sehingga risiko kecelakaan pun lebih tinggi dialami oleh para pemotor. Dia mencontohkan, pada setiap mudik lebaran, hampir 70 persen kecelakaan juga melibatkan motor.
Sementara, motor sendiri juga memang dirancang menjadi kendaraan untuk jarak dekat. Sehingga bila motor dikendarai jarak jauh, maka tak heran angka kecelakaan pemotor pun tinggi.
“Motor dirancang untuk jarak dekat, bukan jarak jauh. Sehingga kalau jauh butuh berhenti yang lebih banyak dan lebih lama dari pada roda empat. Tentunya akan sulit diterapkan di jalan tol,” kata Aully.
Dia pun meminta pemerintah untuk lebih memikirkan bagaimana upaya perpindahan kepada transportasi umum. Hal itu lebih baik dari pada mengusulkan tambahan ruas di jalan tol untuk kendaraan roda dua atau motor.
“Malah seharusnya pemerintah berpikir bagaimana menurunkan jumlah kendaraan roda dua, dan memindahkannya ke angkutan umum,” jelas Aully.
Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan bahwa ide untuk mengizinkan kendaraan roda dua masuk jalan tol belum mendesak untuk direalisasikan saat ini. Pemerintah, memilih berhati-hati dalam menanggapi desakan soal 'motor masuk tol' ini. Salah satu poin penting yang membuat pemerintah memilih berhati-hati adalah faktor risiko kecelakaan atas pengendara sepeda motor yang lebih tinggi dibanding kendaraan roda empat.
"Satu, kita harus lihat UU-nya seperti apa, saya belum pelajari. Kedua, international best practice-nya kayak apa. Tapi ada satu fakta bahwa motor itu risiko. Risiko berkaitan dengan keselamatan. Sekarang ini 70 persen kecelakaan itu karena motor," jelas Budi di Kompleks Istana Presiden, Selasa (29/1).
Meski menyebut bahwa ide ini belum mendesak, BKS berjanji akan menindaklanjuti masukan terkait 'motor masuk tol' ini. Ia akan melakukan kajian terhadap regulasi eksisting terkait jalan tol dan penerapannya di negara lain.
"Saya akan tinjau regulasinya seperti apa. Karena kalau enggak kan jadi masif. Kalau masif, nanti kalau kita tidak sesuai UU atau international best practice itu bermasalah. Tapi idenya saya akan terima," kata Budi.
Pertimbangan lain yang membuat pemerintah enggan berandai-andai soal kebijakan ini adalah melimpahnya jumlah kendaraan roda di Indonesia. Angkanya, ujar Budi, tidak sebanding dengan panjang jalan tol yang dibangun pemerintah. "Kalau menurut saya belum urgent. Karena kita juga harus menimbang antara kebaikan dan masalahnya sendiri," katanya.
Baca juga: Sosok Jack Boyd: Pelapor Anies, Dhani, Hingga Rocky Gerung
Baca juga: Pembuat Hoaks Unjuk Rasa Pekerja Cina Ditangkap
http://bit.ly/2Gasunq
January 31, 2019 at 03:00PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Gasunq
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment