REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi hak asasi manusia (HAM) Ammesty International mendesak perusahaan pariwisata digital Israel menghentikan penawaran perjalanan ke wilayah pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pendudukan Israel atas kedua wilayah tersebut ilegal secara hukum internasional.
Desakan itu dinyatakan Amnesty dalam laporannya yang bertajuk "Destination:Occupation" yang dirilis pada Selasa (29/1). Terdapat beberapa perusahaan Israel yang didesak oleh Amnesty, yakni Airbnb, Booking.com, Expedia, dan TripAdvisor.
Menurut Amnesty, perusahaan tersebut telah menuai keuntungan dari "kejahatan perang" dengan menawarkan perjalanan pariwisata ke Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
"Keempat perusahaan berkontribusi dan memperoleh keuntungan dari pemeliharaan, pengembangan serta perluasan permukiman ilegal, yang merupakan kejahatan perang di bawah hukum pidana internasional," kata Amnesty dalam laporannya, dikutip laman the Times of Israel.
Baca juga, Rakyat Palestina Dinilai Perlu Perlindungan Internasional.
"Mereka melakukannya meskipun mengetahui bahwa pendudukan Israel di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, diatur oleh hukum humaniter internasional di mana permukiman Israel dianggap ilegal," ujar Amnesty.
Amnesty menilai, keempat perusahaan pariwisata Israel telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemesanan perjalanan ke Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Salah satu upayanya adalah mempromosikan serta menyanjung keindahan alam di sana.
Perusahaan-perusahaan itu membuat daftar dan mempromosikan fitur-fitur alam dan kegiatan serta daya tarik berbasis alam. "Mereka akhirnya mendapatkan keuntungan finansial dari ekploitasi ilegal sumber daya alam Palestina," kata Amnesty.
Oleh sebab itu, Amnesty mendesak keempat perusahaan pariwisata Israel itu segera menyisihkan Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari daftar destinasi. Belum ada pernyataan resmi dari perusahaan-perusahaan terkait perihal laporan serta desakan Amnesty.
Kendati demkian, otoritas Israel mengecam laporan Amnesty. Menurut Tel Aviv, Amnesty memang telah menjadi pemimpin dalam kampanye boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) terhadap Israel.
"Laporan malam ini tentang Israel adalah upaya keterlaluan untuk memutarbalikkan fakta, menyangkal warisan Yahudi, dan mendelegitimasi Israel," kata Menteri Urusan Strategis dan Keamanan Publik Israel Gilad Erdan melalui akun Twitter pribadinya.
Menteri Perlindungan Lingkungan Israel Ze'ev Elkin juga memprotes keras laporan Amnesty. Kongres Yahudi Dunia atau World Jewsih Congress (WJC) mengaku kecewa dengan laporan Amnesty.
Menurutnya, Amnesty adalah organisasi HAM yang serius dan dihormati. Pekerjaan Amnesty untuk menghentikan pelanggaran HAM di seluruh dunia tidak boleh diremehkan.
"Tapi fokusnya yang tunggal pada entitas perusahaan yang melakukan bisnis di permukiman Israel sangat salah kaprah," kata CEO WJC Robert Singer.
Dia menilai, jika Amnesty ingin melibatkan diri dalam konflik Israel-Palestina, seharusnya mereka memusatkan perhatiannya pada pelanggaran HAM yang sedang berlangsung di wilayah Palestina. Singer berpendapat membidik perusahaan pariwisata adalah langkah keliru.
Sebah dia berpendapat, perusahaan-perusahaan itu justru berusaha menjembatani perbedaan dan membangun perdamaian melalui pariwisata serta interaksi global.
Israel menduduki Tepi Barat pasca-Perang Enam Hari pada 1967. Setelah menguasai wilayah tersebut, Israel mulai membangun permukiman Yahudi yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Kendati kerap didesak menghentikan proyek pembangunan permukiman di wilayah tersebut, Israel menolak mematuhinya. Ia justru semakin memperluas proyek permukiman Yahudi hingga ke Yerusalem Timur. Saat ini terdapat lebih dari 400 ribu pemukim Yahudi yang tinggal di Tepi Barat.
http://bit.ly/2CSNWKo
January 30, 2019 at 04:57PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2CSNWKo
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment