
REPUBLIKA.CO.ID, MATARAN -- Jurnalis dan organisasi profesi wartawan di Nusa Tenggara Barat (NTB) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut remisi untuk I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Dalam aksi di Taman Budaya NTB, para jurnalis menandatangani petisi penolakan Keppres 29 tahun 2018 yang berisi pemberian keringanan hukuman kepada Susrama dari hukuman seumur hidup menjadi hanya 20 tahun penjara.
Koordinator Wilayah AJI Bali-Nusra Abdul Latif Apriaman meminta presiden segera membatalkan Keppres tersebut karena tidak hanya melukai perasaan keluarga korban, melainkan juga para jurnalis di seluruh Indonesia dan masyarakat pada umumnya. "Keppres yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo itu harus dicabut karena mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan perjuangan kemerdekaan pers. Kita lawan Keppres yang berpotensi akan segera membebaskan pembunuh jurnalis. Cabut remisi untuk pembunuh jurnalis," ujar Latif.
Seorang peserta aksi, Maya Oktavira, mengatakan Keppres tersebut menjadi ancaman bagi kebebasan pers di Indonesia Karena tidak menutup kemungkinan, remisi dan berbagai pengampunan akan diberikan kepada pelaku kejahatan terhadap jurnalis lainnya. "Jika sudah seperti ini, di mana rasa keadilan bagi jurnalis dan keluarganya yang menjadi korban, di mana rasa keadilan bagi jurnalis yang hari ini masih terancam kebebasannya," kata Maya.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram bersama Jaringan Peradilan Bersih (Jepred Bersih) juga mengecam pemberian remisi tersebut yang dinilai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Fitri menilai, setelah menerima remisi, bukan tidak mungkin nantinya pelaku akan menerima pembebasan bersyarat.
Koordinator Jepred Bersih Amri Nuryadin mengatakan meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan remisi, tetapi sebaiknya pemberian remisi terhadap pelaku kejahatan seperti pembunuh jurnalis harus dipikirkan secara matang, terlebih hal ini menimbulkan reaksi publik.
"Kita juga tahu kasus kekerasan terhadap Jurnalis banyak yang tidak terungkap" kata Amri.
Seruan serupa juga disuarakan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB. Ketua IJTI NTB Riadis Sulhi mengatakan presiden perlu meninjau ulang pemberian remisi karena apapun dalihnya, hal tersebut mencederai rasa keadilan dan menambah kelam iklim kemerdekaan pers yang didengungkan banyak pihak.
"Pers harus tegak dan dilindungi tanpa pengecualian karena pers yang sehat menunjukkan tatanan demokrasi berbangsa dan bernegara yang maju," kata Riadis menambahkan.
http://bit.ly/2TcgHZs
January 27, 2019 at 03:04PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2TcgHZs
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment