REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammad mengatakan, hukum Malaysia harus secara tepat mendefiniskan soal penghinaan monarki. Pernyataan ini menyusul rencana pemerintah yang akan memberlakukan undang-undang baru yang akan melindungi kesucian monarki dari dihina hingga diserang.
"Saat ini, pihak kepolisian kami tidak mengeti apa yang dianggap penghinaan, jadi kami perlu menguraikan tindakan atau kata-kata apa yang dapat ditafsirkan sebagai penghinaan," kata Mahathir seperti dikutip laman Channel News Asia, Kamis (10/1).
Menurutnya, Malaysia kini mempraktikan kebebasan berbicara sehingga orang-orang tidak dapat dituntut jika mereka membuat pernyataan faktual.
"(tapi) Jika kita tutup mulut semua orang bahkan tidak bisa berbicara menentang tindakan kejahatan, akan ada ketidakadilan di negara ini," kata perdana menteri.
Sebelumnya pada hari itu, Menteri Departemen Perdana Menteri Liew Vui Keong mengatakan, pemerintah akan memberlakukan undang-undang baru serta mengubah undang-undang yang ada untuk melindungi kesucian para penguasa.
Dia juga mencatat Sedition Act, yang disahkan pada 1948, membawa hukuman yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. "Kita adalah monarki konstitusional. Jadi, pemerintah harus selalu memastikan penguasa kita dilindungi dari fitnah yang tidak berdasar dan serangan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Menteri menekankan tujuannya adalah untuk memastikan bahwa monarki konstitusional Malaysia akan selalu dilindungi dari semua jenis serangan. Dalam merumuskan undang-undang baru, pemerintah akan melihat monarki konstitusional di beberapa negara Persemakmuran.
Menteri menambahkan bahwa ia akan mengemukakan masalah tersebut selama pertemuannya dengan masing-masing kepala hukum dan sekretaris jenderal semua kementerian pada akhir bulan ini.
"Pertemuan itu juga akan melihat undang-undang yang akan dicabut dan diubah pada sesi parlemen pada 2019," katanya.
Sebelumnya, ada seruan yang semakin besar untuk menjatuhkan hukuman kepada mereka yang menghina monarki. Pada Rabu (9/1) kemarin, polisi melaporkan menangkap dua pria dan seorang wanita karena diduga menghina mantan raja Malaysia Sultan Muhammad V di media sosial, sehubungan dengan pengunduran dirinya baru-baru ini.
Sultan Muhammad V telah mengundurkan diri pada hari Ahad pekan lalu. Konferensi Para Penguasa akan memilih seorang raja baru pada 24 Januari mendatang. Sementara itu, Sultan Nazrin dari Perak, wakil raja, akan bertindak sebagai penjabat kepala negara.
Kepala Polisi Malaysia Mohamad Fuzi Harun mengatakan, tiga orang yang terlibat akan diselidiki di bawah Undang-undang Sedisi. Sedition Act saat ini menghukum pelaku pertama kali dengan denda maksimum RM 5.000 (1.220 dolar AS) atau hukuman penjara tiga tahun maksimum atau keduanya, dengan pelanggaran selanjutnya yang dapat dihukum dengan hukuman penjara maksimal lima tahun.
"Publik disarankan untuk menggunakan media sosial dengan hati-hati dan menahan diri untuk tidak membuat pernyataan yang provokatif atau yang salah mengartikan pengunduran diri Yang di-Pertuan Agong XV, sejauh menyebabkan persepsi negatif terhadap institusi kerajaan negara ini," kata kepala Kepolisian.
http://bit.ly/2FoR7fJ
January 10, 2019 at 07:41PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2FoR7fJ
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment