
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon membantah bahwa pihaknya menerima perintah untuk memindahkan pesawat atau kapal ke Venezuela setelah demonstrasi besar-besaran meminta Presiden dua periode Venezuela, Nicolas Maduro turun. Sehingga pemimpin oposisi dari Majelis Nasional Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara.
"Banyak orang yang mengira bahwa kami siap untuk menyerang Venezuela. Tak ada otoritas atau perintah untuk pergerakan pesawat atau lainnya," kata seorang pejabat Pentagon kepada Anadolu Agency, Jumat (25/1) waktu setempat.
"Kami mendukung mitra kami di kawasan itu dan mendukung rakyat Venezuela," pejabat itu menambahkan.
Namun, ketika ditanya apakah militer Amerika Serikat (AS) bersedia melindungi diplomat di Venezuela, pejabat itu menegaskan bahwa Komando Selatan Amerika Serikat (SOUTHCOM), yang bertanggung jawab atas operasi keamanan di Amerika Tengah dan Selatan, akan siap dalam keadaan apapun.
"Kami selalu diposisikan untuk mendukung mitra dan sekutu kami di wilayah ini. Jadi jika terjadi sesuatu, kami siap mendukung orang-orang kami," kata pejabat itu.
Pada Rabu (23/1) Presiden Majelis Nasional Venezuela, Juan Guaido, menyatakan bahwa pemimpin negara itu, Nicolas Maduro, 'tidak sah' menjabat presiden. Guaido mengumumkan bahwa ia akan menjadi pemimpin dengan mengajukan klausul dalam Konstitusi Venezuela.
Pengumuman itu diikuti oleh pernyataan dari Presiden AS Donald Trump yang juga mengakui Guaido sebagai presiden baru. Kedua negara terlibat dalam hubungan memanas dengan pengakuan itu.
Maduro pun memutuskan hubungan diplomatik dengan AS. Selain itu, Maduro menutup kedubes dan konsulatnya di AS dan memberikan diplomat AS waktu tiga hari untuk meninggalkan Venezuela.
AS menolak permintaan Maduro, namun kemudian memanggil kembali semua orang yang tidak penting dari Venezuela. Beberapa media AS melaporkan bahwa Trump sempat mempertanyakan kemungkinan menginvasi Venezuela kepada sejumlah penasihat kebijakan luar negeri Gedung Putih pada Agustus lalu, menyusul krisis.
Maduro menganggap berita-berita itu mendukung asumsinya selama ini yang menilai bahwa AS tengah merencanakan serangan militer terhadap Venezuela. Pemimpin Venezuela yang telah menjabat sejak 2013 lalu itu menganggap rencana invasi dilakukan AS hanya untuk menguasai cadangan minyak negarayang besar.
Dia juga menuding bahwa gagasan Trump muncul tak lama setelah sejumlah tokoh oposisi Venezuela mengunjungi Gedung Putih waktu itu. "Apakah semua ini kebetulan? bukan, ini bukan kebetulan," kata Maduro.
Venezuela selama ini menjadi fokus dalam kebijakan Trump di kawasan Amerika Latin. Dia kerap meningkatkan tekanan pada pemerintahan Maduro dengan menjatuhkan sanksi maupun melontarkan peringatan tegas agar mengadakan pemilihan umum yang adil.
http://bit.ly/2G0Pghr
January 26, 2019 at 06:28PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2G0Pghr
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment