REPUBLIKA.CO.ID, ACCRA — Layanan Kesehatan Ghana (GHS) mendesak pengelola rumah sakit mengizinkan perawat Muslim mengenakan jilbab. Desakan itu dilatarbelakangi dugaan adanya penolakan terhadap mahasiswa calon perawat berhijab di keterikatan Rumah Sakit (RS) Ridge.
Dilansir dari Pulse pada Sabtu (5/1), dalam sebuah surat kepada semua Direktur Kesehatan Regional, Pengawas Medis, In-Charges Poliklinik, Metro, Municipal dan Direktur Layanan Kesehatan Distrik di wilayah tersebut, GHS mengatakan, dugaan pengusiran itu bertentangan dengan arahan kebijakan pemerintah yang memberikan persetujuan untuk mengenakan jilbab.
“Mohon memastikan kepatuhan ketat terhadap arahan ini oleh semua staf dan manajer,” tulis surat tersebut.
Sebelumnya, seorang mahasiswa calon perawat Muslim ditolak bekerja di RS Ridge. Alasannya, calon perawat itu tidak setuju melepas jilbab. Padahal, perawat Muslim lainnya, setuju dengan kebijakan rumah sakit itu.
Permasalahan itu memicu klaim tak berdasar tentang Islamofobia di Ghana pada beberapa platform media sosial. Aktivis di media sosial Twitter mengatakan keputusan manajemen Rumah Sakit Ridge menolak calon perawat Muslim masuk dalam kategori Islamofobia.
“Jumlah orang yang menyangkal Islamofobia, ketika menggambarkan contoh itu benar-benar membuat saya bingung. Apakah kata itu membuat anda takut atau apa?” kata seorang pengguna Twitter @Makahorney.
“Seorang wanita diminta melepas jilbabnya di lembaga publik. Itu menindas, keterlaluan, dan tidak dapat diterima. Dia bukan yang pertama diintimidasi seperti itu dan tidak akan menjadi yang terakhir. Mari kita berhenti berpura-pura, kita semua hidup dalam harmoni dan mengatasi masalah Islamophobia kita,” tulis pengguna Twittet lainnya @wunpini_fm.
“Mungkin penggunaan kata Islamophobia adalah prasangka menyerang Muslim. Bukankah beberapa gereja kita berkhotbah menentang Islam sepanjang waktu? Jika anda ditanya tentang persepsi tentang Islam di luar Twitter, anda akan memiliki banyak hal untuk dikatakan. Tenang,” kata pengguna @CallmeAlfredo.
“Islamofobia? Tidak! Kata yang kuat. Mungkin seperti diskriminasi. Saya ingat tahun pertama saya di Uni, ada dosen yang merujuk pada setiap perempuan di kelas yang rambutnya ditutupi sebagai gadis 'Boko Haram' atau teroris,” kata @iamphareeda.
http://bit.ly/2GSww5Q
January 06, 2019 at 02:11AM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2GSww5Q
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment