Saturday, May 25, 2019

AS Lanjutkan Penjualan Senjata ke Saudi dan Negara Teluk

Penjualan senjata AS ke negara Teluk senilai lebih dari 8 miliar dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) memutuskan melanjutkan penjualan senjata senilai lebih dari 8 miliar dolar AS ke Arab Saudi, Uni Emirate Arab (UEA), dan Yordania. Hal itu memicu kemarahan anggota Kongres AS. 

Pemerintahan Presiden Donald Trump memberitahu komite Kongres bahwa mereka akan melanjutkan 22 penjualan militer ke tiga negara Teluk tersebut. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengungkapkan, penjualan senjata diperlukan karena penundaan dapat meningkatkan risiko bagi mitra AS pada saat ketidakstabilan yang disebabkan Iran. 

"Penjualan ini akan mendukung sekutu kita, meningkatkan stabilitas Timur Tengah, dan membantu negara-negara ini mengahalau dan mempertahankan diri dari Republik Islam Iran," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Aljazirah, Sabtu (25/5). 

Senator Bob Menendez menyayangkan keputusan pemerintahan Trump. "Saya kecewa, tapi tidak terkejut," ujarnya. 

Dia menilai, pemerintahan Trump, untuk kedua kalinya, gagal memprioritaskan kepentingan keamanan nasional jangka panjang AS atau membela hak asasi manusia (HAM). "Sebaliknya, (pemerintahan Trump) memberikan bantuan kepada negara-negara otoriter seperti Saudi," ucap Menendez. 

Menendez adalah salah satu anggota Kongres yang meninjau penjualan senjata AS ke Saudi. Menurutnya, pemerintah telah gagal memenuhi definisi hukum darurat untuk melanjutkan penjualan senjata tersebut. 

Dia berjanji akan bekerja dengan anggota Kongres lainnya untuk menentang keputusan itu. "Kehidupan jutaan orang bergantung padanya," kata Menendez.

Sebelumnya anggota Kongres telah memblokir penjualan peralatan militer ofensif ke Saudi dan UEA selama berbulan-bulan. Hal itu dilakukan karena kedua negara tersebut dianggap bertanggung jawab atas bencana kemanusiaan yang terjadi di Yaman. 

Undang-undang kontrol senjata AS memungkinkan Kongres menolak penjualan senjata ke negara-negara asing. Namun, pengecualian dalam undang-undang itu memungkinkan presiden mengesampingkan perlunya persetujuan kongres dengan menyatakan darurat keamanan nasional.

Let's block ads! (Why?)


http://bit.ly/2VNNdBJ
May 25, 2019 at 03:16PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VNNdBJ
via IFTTT
Share:

0 Comments:

Post a Comment