REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Menteri Dalam Negeri Afghanistan Amrullah Saleh mengundurkan diri dari jabatannya Sabtu (19/1). Dia mundur agar bisa mencalonkan diri untuk menjadi wakil presiden Ashraf Ghani yang akan ikut pemilihan presiden untuk periode kedua pada pemungutan suara Juli.
Mantan pejabat tinggi keamanan Afghanistan itu mengatakan kepada Reuters lewat telepon bahwa ia telah mengundurkan diri dan dua sumber politik mengatakan dia akan bergabung dengan tim Ghani. "Dia ingin mencalonkan diri untuk jabatan wakil presiden," kata satu sumber di istana presiden di Kabul.
Saleh, yang memperoleh dukungan kuat di antara etnis minoritas Tajik Afghanistan. Berdasarkan sistem pemilihan Afghanistan, semua anggota pemerintah kecuali presiden dan wakil presiden harus mundur agar tetap menjalankan tugas.
Pada Desember, Ghani mengangkat Saleh, mantan perwira keamanan dan lawan Taliban yang tak kenal kompromi, bergabung dalam pemerintahannya. Pengangkatan Saleh dalam usaha meraih dukungan dari bekas para pesaingnya untuk mencalonkan diri lagi.
Pasukan Taliban mengalami kekurangan personel dalam menghadapi Taliban. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mempertimbangkan untuk memangkas setengah jumlah tentara Amerika di negara itu. Namun Gedung Putih mengatakan sejauh ini belum ada perintah resmi mengenai pengurang tersebut.
Pemilihan presiden Afghanistan sekarang diminati oleh beberapa mantan pejabat dan politisi yang menantang Ghani yang diperkirakan akan mendaftarkan pencalonannya untuk masa jabatan kedua kalinya. Mantan panglima perang Gulbuddin Hekmatyar, yang para pejuangnya menewaskan ribuan orang di Kabul dalam perang saudara tahun 1990an juga akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada Sabtu.
Perpolitikan di negara itu didominasi oleh kesetiaan etnis, aliansi personal dan koalisi yang rapuh antara para pemimpin regional yang kuat. "Keputusan Ghani untuk mengikutsertakan Saleh dalam pemilihan presidennya mencerminkan bagaimana aliansi dibentuk dengan cepat dan perbedaan-perbedaan ideologi dikesampingkan," kata seorang diplomat Barat di Kabul.
Sedangkan keputusan Gulbuddin Hekmatyar untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dipandang oleh para pengamat sebagai usaha bekas panglima perang meligitimasi partainya Hizb-i-Islami. Faksi itu telah dipersalahkan melakukan kekejaman dalam perang saudara di Afghanistan, yang mendorong banyak orang Afghanistan menyambut kebangkitan Taliban pada 1996. Dengan harapan kelompok garis keras itu akan memulihkan hukum dan peraturan.
Pada 2003, Departemen Luar Negeri AS mencantumkan namanya sebagai teroris, menuduhnya ikut serta dan mendukung serangan-serangan oleh Alqaida dan Taliban. Tetapi Washington kemudian menyambut keputusan Ghani untuk menandatangani penjanjian perdamaian dengan Hekmatyar.
Pada 2016, Pemerintah Presiden Ghani memberi kekebalan kepada Hekmatyar. Namun mantan panglima perang itu mengambil sikap kritis terhadap pemerintahannya dan proses pemilihan parlemen pada 2018.
Setelah mengumumkan pencalonannya, Hekmatyar berjanji memulihkan perdamaian dan keamanan. Dia juga menyatakan pemerintahan saat ini telah gagal mengakhiri perang dengan Taliban.
http://bit.ly/2RHfFYY
January 19, 2019 at 11:31PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2RHfFYY
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment