REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Arifin Ilham
Gambaran hati yang hidup tampak pada lisan dan akhlaknya. Bahkan, turut memancar dari aura wajahnya, cerah dan ada gurat cahaya. Ia bersedia untuk mendengar, melihat, dan menerima kebenaran.
Hati yang hidup mempunyai nur, tenaga, dan kekuatan. Ia sentiasa tunduk dan patuh ke pada Allah dengan penuh khusyuk, serius dengan ketakwaannya serta sangat cinta dan simpati kepada sesama makh luk-Nya.
Ada hadiah besar yang Allah siapkan untuk mereka yang berupaya menghidupkan hati nya. Di antaranya ada akses cahaya dan mudah menebar kannya. Lisan mampu menggetarkan ruang kesadaran. Tidak ada hijab antara dirinya dan Sang Khalik. Doa-doa mustajab. Segala kebutuhan terpenuhi. Bahkan, dunia siap melayani. Subhanallah. Lalu, bagaimana untuk menjaga hati supaya hidup dan tidak lagi dalam keadaan mati.
Pertama, berlama-lama dalam qiyamul laildan tadabbur Quran. Semua peristiwa malam apalagi di pengujung malam, sangat disaksikan oleh Allah dan malaikat-Nya (QS al- Isra [17]: 78).
“Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat ma lam) di malam hari atau di se dikit waktu malammu atau lebih dari itu. Dan, bacalah Alquran dengan tartil (penuh penghayatan). Sungguh Aku akan beri perkataan yang berat. Dan bangun malam itu lebih kuat (untuk menghidupkan hati) dan bacaannya lebih berkesan.” (QS al-Muzammil [73]: 1-6).
Kedua, mengingat Allah SWT dengan memperbanyak zikir (zikrullah). Orang yang berzikir dengan zikir yang di maknai akan menjadikan hati nya hidup, tidak pernah mati. Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang berzikir (mengingat Allah) de ngan yang tidak seperti orang yang hidup dan yang mati.” (HR Bukhari).
Ketiga, mengingat mati ( zikrul maut). Manfaat yang bisa diambil dari mengingat mati adalah munculnya motivasi yang luar biasa dalam diri kita untuk terus meningkatkan amal ibadah dan berusaha sekuat tenaga untuk menghindari mak siat dan dosa. Sa’id bin Jabir (w 95 H) berkata, “Jika mengingat mati hilang dari dalam hatiku, maka aku takut hatiku ini menjadi rusak.”
Keempat, berkumpul dalam majelis ilmu. “Tidaklah satu kaum duduk membaca ayatayat Allah lalu mengkajinya ke cuali akan menyita perhatian para malaikat, diliputi rah mat- Nya, dihujani kete nang an di hati mereka dan dibanggakan na ma-namanya di sisi Allah.” (HR Bukhari Muslim).
Kelima, berkunjung kepada orang-orang shaleh. Wajah orang shaleh adalah wajah yang tidak bisa dibohongi. Ada pancaran ilmu dan keimanan. Keistiqamahan dalam ibadah menjadi kekuatan tersendiri yang pada akhirnya mengantarkan ada fibrasi yang meng hidupkan hati.
Ja’far bin Sulaiman (w 123 H), seorang ulama dari golong an tabiin berkata, “Ketika hati ku dilanda kegalauan, aku se gera mendatangi Muhammad bin Wasi’ dan menatap wajahnya. Bagiku, beliau bagaikan obat penawar bagi kondisi hatiku”
http://bit.ly/2VkoUzP
May 07, 2019 at 03:15PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2VkoUzP
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment