REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran para tokoh lintas agama di acara Reuni Akbar 212 menunjukkan penghargaan tokoh agama lain terhadap acara reuni ini. Acara yang dihadiri jutaan umat Islam ini berlangsung damai dan aman sejak Ahad (2/12) pagi hingga siang hari.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Mohammad Siddik mengapresiasi kehadiran para tokoh lintas agama, dari Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, di acara ini. Dalam interview tokoh-tokoh lintas agama memberikan berbagai alasan yang menunjukkan dukungan mereka atas reuni 212. "Semoga saling pengertian seperti ini dapat dipelihara oleh semua pihak sesuai dengan prinsip dasar program yang mendorong Kerukunan Umat Beragama," kata dia dalam pernyataannya kepada wartawan, Senin (3/12).
Siddik menghargai sikap para tokoh lintas agama yang memahami aksi 212 dua tahun lalu dan Reuni 212 kemarin sebagai bentuk reaksi atas pelecehan ayat suci Alquran oleh Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Kehadiran para tokoh agama ini, Siddik mengatakan, sekaligus membantah kekhawatiran sebagian kalangan soal Reuni Alumni 212 yang bersifat sektarian.
DDII juga berterima kasih kepada Panitia Pelaksana, Steering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) dan seluruh peserta reuni yang menunjukkan kedewasaan dan kecerdasan mereka. Dimana setiap peserta tidak keluar dari ketentuan dan arahan SC dan OC Panitia Reuni Akbar 212. "Tentu kita juga berterimakasih kepada semua aparat keamanan dari Kepolisian dan berbagai angkatan dan juga Satpol PP," jelasnya.
Ke depan Siddik berharap persaudaraan alumni 212 juga ikut terlibat dalam langkah-langkah mengharmoniskan kerukunan hidup umat beragama. Sebab ia melihat mulai ada kelompok dan partai politik yang berusaha menolak kehadiran agama melalui peraturan yang memfasilitasi pelaksanaan ibadah. "Pernyataan seperti itu hanya mengundang kebencian dan perpecahan di antara anak Bangsa yang semuanya sudah sepakat menerima Pancasila sebagai filsafat Negara," kata Siddik.
Padahal, menurut dia, adalah tugas negara memfasilitasi dan memudahkan rakyatnya melaksanakan syariat agama, dan aturan masing-masing agama yang diakui negara. Dengan demikian, penolakan terhadap peraturan atau undang-undang yang memfasilitasi pelaksanaan ibadah agama, menunjukkan gagal faham terhadap sejarah bangsa ini.
https://ift.tt/2zEX84d
December 03, 2018 at 05:56PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2zEX84d
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment