REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD RI meminta pemerintah pusat memperpanjang masa berlaku Dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua, Papua Barat dan Aceh. Dalam Rapat Kerja Komite I dengan Mendagri Tjahjo Kumolo membahas exit strategi bagi Dana otsus bagi Papua yang akan berakhir pada 2021 dan Aceh pada 2027. Ruang Rapat Komite I DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (3/12).
Ketua Komite I Benny Rhamdani menyatakan Komite I sudah mengkaji dan meminta pemerintah pusat memperpanjang dana Otsus karena masih diperlukan.
“Komite I menilai Undang-Undang Otsus ini untuk menjawab kesenjangan dan ketimpangan antar wilayah dan menjaga disintegrasi, dana otsus diperlukan untuk menjawab itu, dan saya rasa tidak masalah jika harus diperpanjang,” ujar Benny.
Dana Otonomi Khusus bagi Papua tercantum di dalam pasal 34 ayat 3 huruf c poin 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Disebutkan, dana otonomi khusus Papua dihitung sebesar 2 persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) yang berlaku selama 20 tahun sejak peraturan tersebut diterbitkan.
Sedangkan Pemerintah mengalokasikan Dana Otsus untuk sejak tahun 2006 untuk jangka waktu 20 tahun setelah Undang-undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disahkan. Dana Otsus pertama kali dikucurkan pada tahun 2008.
“Jangan kita membuat justifikasi seolah-olah dana otsus itu tidak bermanfaat dan gagal, malahan sebaliknya, menurut saya justru masyarakat di Aceh banyak mendapatkan manfaat dari dana otsus ini," ucap Senator Aceh Fachrul Razi.
Dia mengatakan di Aceh berkat dana otsus, tingkat kemiskinan menurun, Indeks Pembanguann Manusia naik. "Nah, yang harus dipikirkan sekarang adalah strategi selanjutnya jika dana otsus tersebut berakhir 2027 nanti di Aceh, tapi saya harap terus dikucurkan,” ucap dia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pada Rapat Kerja tersebut menambahkan hasil evaluasi dana otsus dan berbagai hal sudah dibahas antar kementerian terkait. Menurutnya secara prinsip dana otsus harus mampu mempercepat pembangunan, menekan kemisikinan dan kesenjangan antara daerah, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Ukuran keberhasilan dana otsus itu secara komprehensif harus mampu mempercepat pembangunan, menekan kesenjangan dan kemiskinan serta menumbuhkan ekonomi. Kami menampung semua usulan dan itu menjadi pekerjaan kami. Evaluasi selalu kami lakukan, dan akan mempertimbangkan yang tebaik bagi kelanjutan dana otsus ini,” kata Tjahjo.
Sebelumya, Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani mengatakan Komite I telah melakukan banyak Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar dan kunjungan kerja pengawasan ke tiga Provinsi Otsus tersebut, kesimpulan sementara menyatakan bahwa terdapat berbagai persoalan dalam pelaksanaan Otsus.
Pertama, belum semua Perdasus (dari 13 yang terbit 9) di Papua dan Perdasi (dari 18 terbit 13) di Papua Barat terbit serta Qanun ( dari 59 terbit 47) ditambah dengan 4 Peraturan Pemerintah (PP) belum ditetapkan dari 9 PP untuk Aceh.
Kedua, Benny melanjutkan, soal kemiskinan. Ketiga, pelayanan publik khususnya Pendidikan dan Kesehatan. Keempat, Indek Pembangunan Manusia yang masih jauh dari harapan. Kelima, keterbatasan infrastruktur penunjang ekonomi.
Keenam, kewenangan relasi Pusat-Provinsi dan Provinsi Kab/Kota. Ketujuh, Orang Asli Papua.
Berikutnya, menurut Benny, kedelapan soal keamanan. Kesembilan, implementasi Peran Wali Nanggroe, MRP, MRPB sebgai representasi sosial, budaya, politik dan ekonomi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Kesepuluh, implementasi peran pengawasan DPRA, DPRP dan DPRPB terhadap pelaksanaan Otsus dalam mekanisme check and balances.
https://ift.tt/2SrNusW
December 03, 2018 at 04:35PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2SrNusW
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment