REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Liberia, sebuah negara di subsahara Afrika, dihuni beragam etnis yang hidup damai berdampingan. Meski perang saudara pernah melanda, negara di pesisir barat Benua Afrika tersebut mampu berdiri dan berbenah menjadi negara modern. Umat Islam pun menjadi bagian dari negara kaya budaya tersebut.
Saat ini, jumlah Muslimin memang minoritas. Namun, Islam tumbuh subur di Republik Liberia. Secara kuantitas, jumlah penganut Islam berada di peringkat ketiga setelah agama tradisional dan Kristen.
Berdasarkan kajian lembaga riset Pew Forum on Religion and Public Life, jumlah Muslimin Liberia sekitar 483 ribu atau sekitar 12,2 persen dari total populasi. Namun, menurut International Religious Freedom Report USA, jumlah Muslimin mencapai 20 persen dari total penduduk 3,5 juta jiwa.
Penganut Islam di Liberia pun amat beragam. Tak hanya Muslim Sunni, ada juga penganut Syiah dan Ahmadiyah. Etnis Liberia yang banyak memeluk agama Islam di antaranya etnis Vai, Mandingo, Gbandi, dan Kpelle. Keragaman Islam di Liberia amat tergantung dari wilayah tempat tinggal.
Sebagaimana di Indonesia, warga pedesaan cenderung menerapkan Islam konservatif. Sedangkan, di kawasan perkotaan yang modern, Muslim cenderung sekuler. Islam di Liberia pun dipengaruhi keberadaan Islam di negara-negara tetangga seperti Mali, Senegal, Gambia, dan lain sebagainya.
Meski berada dalam posisi minoritas, Muslim Liberia dapat menjalankan aktivitas ibadah dengan bebas tanpa hambatan. Tak hanya masjid yang mereka miliki, fasilitas lain juga mereka peroleh seperti sekolah dan universitas Islam.
Setiap tahunnya, tak sedikit Muslim Liberia yang pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Patut dicatat, banyak bantuan dari negara-negara Islam untuk warga Muslim Liberia agar mereka dapat menunaikan Rukun kelima Islam. Di jaringan televisi nasional pun, program-program keislaman mendapat hak untuk disiarkan.
Muslim Liberia juga dapat merayakan hari raya dengan leluasa dan gembira. Terlebih, pemerintah menetapkan hari raya umat Islam sebagai hari libur nasional. Khusus untuk hari raya, Muslim Liberia memiliki keunikan sendiri: Hari al-Tabaski, demikian sebutan untuk perayaan hari besar Islam, baik Idul Fitri, Ramadhan, dan Idul Adha.
Selama bulan Ramadhan, Muslimin Liberia umumnya enggan mendengarkan musik-musik modern. Mereka berpendapat, mendengarkan musik di bulan suci merupakan kegiatan yang menyimpang dari ruh keberkahan bulan Ramadhan. Karena itu, setiap Ramadhan tiba, mereka beralih ke tembang-tembang religi seperti nasyid yang berisi puji-pujian kepada Allah. Alat musik yang dimainkan pun terbuat dari kayu.
Seiring dengan kehidupan Muslim Liberia yang damai, jumlah masjid pun bisa dibilang cukup banyak. Masjid-masjid itu beberapa di antaranya tergolong megah, tersebar di berbagai penjuru negeri. Arsitektur khas Liberia berpadu dengan gaya Arab membuat masjid-masjid di sana begitu memesona. Sayangnya, beberapa masjid rusak parah saat perang saudara mengoyak negara ini. Beruntung, upaya perbaikan segera digalakkan setelah perang usai.
Saat ini, belum terdapat wakil Islam yang duduk di kursi pemerintahan. Namun, upaya ke arah itu sedang dilakukan mengingat Islam merupakan salah satu agama besar di negara yang pernah menjadi sekutu Libya tersebut. Hanya saja, ketegangan antarumat beragama masih sering terjadi dan memicu konflik sosial.
https://ift.tt/2Gavthu
December 12, 2018 at 05:17PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Gavthu
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment