REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan Muslim di Palau dikejutkan ketika Pemerintah AS di bawah Presiden Barack Obama memindahkan tujuh Muslim Uighur asal Xinjiang, Cina, ke Palau pada 2009. Mereka merupakan tahanan yang dibebaskan dari penjara militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
Tujuh Muslim Uighur tersebut ditangkap pada 2001 di Afghanistan dan Pakistan. Mereka dituduh terlibat dalam serangan 11 September serta terlibat pemberontakan untuk kemerdekaan Turkmenistan Timur. Pihak AS berkilah, Muslim Uighur tersebut tak dipulangkan ke Cina karena dikhawatirkan akan dieksekusi oleh masyarakat setempat.
Baca: Merdunya Kumandang Azan di Palau
Meski mendapat penolakan dari warga setempat, mantan Presiden Palau, Johnson Toribiong, memutuskan untuk menyetujui permintaan AS. Ia menjamin para mantan tahanan tersebut akan disambut dengan keramahan tradisional.
Namun kabarnya, Muslim Uighur itu sulit beradaptasi dengan Palau, yang minim masyarakat Muslim. ''Palau akan sulit bagi mereka karena tak banyak umat Islam di negara yang didominasi Kristen. Mereka pasti kesulitan,'' ujar pakar Uighurs dari Institut Pasific Basin, California.
Baca Juga: Syiar Islam di Palau Terus Berkembang
Lain lagi pendapat Pemerintah Palau. Menurut mereka, para mantan tahanan Guantanamo yang beragama Islam itu tinggal di sebuah rumah besar di Koror dan mereka sangat bahagia. "Mereka tersenyum, mengucapkan terima kasih dan menyebut saya sebagai saudara mereka. Ini menakjubkan. Saya merasa baik akan hal itu," ujar Presiden Toribiong.
Rumah yang ditempati Muslim Uighur itu berjarak sangat dekat dengan masjid Koror. Hanya butuh waktu lima menit berjalan kaki untuk menuju masjid tersebut. Awalnya, Muslim Palau merasa khawatir atas kedatangan mereka. Tapi kini, para penghuni baru tersebut telah dapat berbaur dan bersosialisasi dengan saudara seiman mereka.
https://ift.tt/2EeRPfL
December 06, 2018 at 05:37PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2EeRPfL
via IFTTT
0 Comments:
Post a Comment